Kamis, 25 Juni 2009

Jual Beli Istishna'

NO: 06/DSN-MUI/IV/2000
Tentang JUAL BELI ISTISHNA'
Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI ISTISHNA'

Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:

Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:

Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. Penyerahannya dilakukan kemudian. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
Ketiga : Ketentuan Lain:

Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 29 Dzulhijjah 1420 H / 4 April 2000 M

Ekonomi Syariah Masih Miliki Kelemahan Internal

JAKARTA – Ekonomi syariah di Indonesia tumbuh cukup pesat, namun masih ada beberapa kelemahan internal. Dengan mengatasi kelemahan internal ekonomi syariah diharapkan dapat lebih berkembang.

Peneliti Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah UI, Moh Soleh Nurzaman mengatakan terdapat dua kelemahan internal yang saat ini masih mengganjal ekonomi syariah.

Pertama adalah pola-pola hubungan berbasis Islam saat ini baru sebatas akad dan ikrar, belum menyentuh substansinya. “Saat ini diskusi baru sebatas ekonomi syariah yang nonribawi, belum seperti ekonomi syariah sebagai jalan untuk mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan,” kata Soleh usai diskusi publik Meneropong Prospek Ekonomi Syariah Pascapilpres di Gedung IASTH UI, Kamis (18/6).

Padahal, lanjutnya, dengan membahas ekonomi syariah secara substansial akan mendorong adanya kebijakan makro pemerintah yang mengarah pada perkembangan ekonomi syariah.

Misalnya saja pembiayaan proyek infrastruktur yang 50 persennya diserahkan pada bank syariah atau penyerahan dana haji secara eksklusif di bank syariah. “Jadi dengan kebijakan tersebut akan melihat ekonomi syariah sebagai sistem,” kata Soleh.

Kelemahan internal lainnya adalah pendekatan terhadap ekonomi Islam dilakukan oleh dua kutub keilmuan yaitu ilmu ekonomi dan hukum Islam yang belum terintegrasi.

Soleh mencontohkan perguruan tinggi agama yang melakukan pendekatan lebih kepada dari sisi hukum Islam, sementara perguruan tinggi lainnya dengan pendekatan ilmu ekonomi.

Saat ini, lanjutnya, Ikatan Ahli Ekonomi Islam telah menyusun kurikulum yang terintegrasi namun belum ada standarisasi kurikulum dari Departemen Pendidikan Nasional. “Kurikulum saat ini masih beragam perlu waktu untuk standarisasi dan mensinergikannya,” kata Soleh. - gie/ahi

CUCI TANGAN MENYELAMATKAN NYAWA

ANTARASOSIALISASI: Tampak siswa sekolah dasar tengah mencuci tangan bersama menggunakan air mengalir dan sabun

JAKARTA-- Kebiasaan mencuci tangan masyarakat Indonesia masih belum baik. Terlihat dari kebiasaan mencuci tangan dengan menggunakan semangkuk air atau kobokan untuk membasuh tangan sebelum makan. Padahal kebiasan sehat itu bisa menyelamatkan nyawa dengan mencegah penyakit.

Tangan yang terlihat bersih ternyata belum tentu steril. Dampaknya, hampir sama dengan tangan yang kotor bisa menjadi sumber beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada anak seperti diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Hasil penelitian badan kesehatan dunia (WHO) menunjukan sekitar 1,8 juta orang meninggal karena diare.

Pakar Kesehatan, dr Handrawan Nadesul mengatakan, kebiasaan cuci tangan dengan baik dapat mencegah masuknya sepuluh jenis penyakit diantaranya diare, kolera dan ISPA. "Untuk itu setiap orang perlu diintervensi agar hidup sehat dan mulailah dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir," ungkap Hendrawan dalam diskusi kesehatan anak di Jakarta, Rabu (17/6).

Dia memaparkan, diare, ISPA dan penyakit penyebab kematian pada balita lainnya dapat dicegah dengan penyadaran hidup bersih bagi masyarakat. Peran ibu, dikatakan Hendrawan adalah modal besar dalam pembentukan perilaku hidup sehat, karena ibu yang terlibat langsung dalam menyediakan makanan, mengasuh anak dan penerapan perilaku sehat lainnya.

Menurut artikel dalam British Medical Journal, 51 penelitian yang dilakukan di Inggris menunjukan cuci tangan lebih efektif dibanding obat dan vaksin untuk menghentikan flu.

Biaya Kesehatan

Hanya dengan modal sabun dan air mengalir biaya kesahatan setiap keluarga dapat ditekan hingga 44%. Hal itu menujukan intervensi cuci tangan menurunkan penyakit yang menyebabkan kematian pada anak lebih efektif dibanding cara lain. "Di Filipina dampak ekonomi perilaku cuci tangan dengan sabun dapat menekan biaya kesehatan sebesar 455 juta $ AS," imbuh Handrawan.

Mencegah datangnya penyakit sejak awal tentunya akan mengurangi biaya tinggi untuk pengobatan. Sayang, perilaku cuci tangan dengan sabun kurang dipromosikan sebagai tindakan pencegahan.

Handrawan menyayangkan berbagai pihak lebih banyak fokus pada masalah kesehatan di hulu, yaitu bagaimana cara memberikan pengobatan gratis atau obat murah. Padahal menggiatkan promosi perilaku cuci tangan dengan sabun dapat menekan biaya kesehatan untuk membeli obat, perawatan rumah sakit dan keperluan lainnya ketika seseorang sakit. Selain itu, dengan mencuci tangan dengan sabun akan menurunkan angka izin anak sekolah dan berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya.

Menjadi pribadi yang sehat adalah bagaimana seseorang berperilaku sehat. Perilaku sehat dapat dibentuk sejak kecil dengan komunikasi, informasi dan edukasi. Semua kalangan berperan untuk mewujudkan generasi Indonesia yang sehat. Pemerintah berperan menganggarkan dana dan program untuk mencanangkan perilaku hidup bersih dan sehat, sementara itu pihak lain dapat membantu program pemerintah dalam melakukan komunikasi, informasi dan edukasi.

"Namun yang sangat berperan adalah keluarga, terutama ibu. Karena ibu ada dibelakang terciptanya generasi sehat" tegas Handrawan. (cr1/rin)