Minggu, 23 Agustus 2009

MEKANISME PASAR DAN REGULASI HARGA DALAM PRESPEKTIF EKONOMI ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

Islam adalah cara hidup yang imbang dan koheren, dirancang untuk kebahagiaan manusia dengan cara menciptakan keharmonisan antara kebutuhan moral dan material manusia dan aktualisasi keadilan sosio-ekonomi serta persaudaraan antar umat manusia. Islam sebagai agama akhir jaman juga membawa penuntun lengkap bagi pemeluknya. Berbagai aspek kehidupan dalam kesehariannya termaktub dalam syari’ah dan mu’amalah, mengikutinya merupakan perjalanan yang harus ditempuh untuk menjadi Muslim sejati. Dualisme antara kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat yang menjadi pertanyaan beberapa agama bukan masalah lagi. Permasalah itu telah terjawab oleh hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan, “Berusahalah untuk duniamu seakan engkau hidup untuk selamanya, tapi persiapkanlah akhiratmu seeakan engkau akan mati besok”.
Sebagai agama yang komprehensif tentunya aktivitas ekonomi sebagai kegiatan vital kemanusiaan tidak luput dari perhatian. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 275


Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah:275)




Artinya: Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) karena Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS Al-Qashash : 77).
Ayat-ayat tersebut merupakan sebagian dari sekian banyak ayat Al-Qur’an yang merujuk pada aktivitas ekonomi.
Sesuai dengan kaidah ushul fiqih, dalam masalah ibadah, hokum asal sesuatu adalah terlarang, kecuali ada dalil yang membolehkannya. Sedangkan dalam masalah muamalat, hokum asal sesuatu adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarangkannya.
Dengan demikian berdasarkan syariah Islam, pada prinsipnya segala bentuk perikatan adalah diperbolehkan kecuali ada nash yang melarangnya. Perikatan-perikatan yang berkaitan dengan kerjasama usaha, jual-beli, investai, utang-piutang, pinjam-meminjam, dan sebagainya, boleh dilaksanakan oleh seorang muslim dengan anggota masyarakat yang lainnya, sepanjang dalam perikatan tersebut tidak terapat hl-hal yang dilarang.
Menurut Imam Yahya bin Umar , aktivitas ekonomi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ketaqwaan seorang muslim kepada Allah SWT. Hal ini merupakan asas dalam perekonomian Islam, sekaligus factor utama yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional.
Pembahasan mengenai struktur pasar menjadi penting dalam ekonomi Islam, karena dalam konsep ekonomi Islam, penentuan harga didasarkan atas kekuatan-kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Sebagaimana Rasulullah SAW sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil, sehingga beliau menolak adanya suatu intervensi pasar apabila perubahan harga yang terjadi karena mekanisme harga yang wajar. Dengan demikian, Islam menjamin pasar bebas di mana produsen dan konsumen bersaing satu sama lain dengan arus informasi yang berjalan lancar dalam kerangka keadilan, yakni tidak ada (baik individu maupun kelompok produsen, konsumen, dan pemerintah) yang zalim atau dizalim.
Pasar adalah jantung perekonomian bangsa. Maju mundurnya perekonomian sangat bergantung kepada kondisi pasar. Ia mempertemukan pihak penjual dan pembeli, untuk melakukan transaksi atas barang dan jasa (supply dan demand). Al-Ghozali dalam kitab ihya’ menjelaskan tentang sebab timbulnya pasar “Dapat saja petani hidup dimana alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian tidak ada. Namun, secara alami mereka akan saling memenuhi kebutuhan maisng-masing. Dapat saja terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut. Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh karena itu, secara alami pula orang akan terdorong untuk menyediakan tempat enyimpanan alat-alat di satu pihak, dan penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah yang kemudian didaatangi pembeli sesuai kebutuhannya masing-masing sehingga terbentuklah pasar

BAB II PEMBAHASAN

A. Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga Dalam Ekonomi Konvensional
1. Penentuan Harga
Harga sesuatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran barang tersebut. Oleh karena itu, untuk menganalisis mekanisme penentuan harga dan jumlah barang yang diperjualbelikan, secara serentak perlulah dianalisis permintaan dan penawaran terhadap suatu barang tertentu yang wujud di pasar. Keadaan di suatu pasar dikatakan dalam keseimbanga atau ekuilibrium apabila jumlah yang ditawarkan para penjual pada suatau barang tertentu adalah sama dengan jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut. Dengan demikian harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan dapat ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar.
2. Harga dan Permintaan
Dalam hukum permintaan dijelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya menyatakan: makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut, sesuai dengan kurva di bawah ini.

Mengapa bisa seperti itu?Alasan pertama, karena kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang yang mengalami kenaikan harga tersebut. Sebaliknya, apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Alasan kedua, kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga.
3. Harga dan Penawaran
Dalam hukum penawaran dinyatakan bahwa makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan, sesuai dengan kurva di bawah ini.

4. Mekanisme Pasar
Dalam kondisi keseimbangan, kedua kurva diatas (permintaan dan penawaran) akan berpotongan pada suatu titik tertentu. Pada gambar kurva diatas terlihat bahwa pada harga P2, jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta yakni sebesar Q1. Mekanisme pasar adalah kecenderungan dalam pasar dimana harga barang terus berubah sampai tercapai posisi keseimbangan (jumlah barang yang diminta = jumlah barang yang ditawarkan). Pada titik keseimbangan tersebut (titik E), tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan dalam jumlah barang sehingga tidak ada tekanan pada harga untuk berubah lagi.



B. Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga Dalam Ekonomi Islam
1. Definisi Pasar dan Pembentukannya
Pasar atau Market adalah tempat dimana pembeli dan penjual barang tertentu berhubungan satu sama lain dan dimana terjadi hubungan tukar-menukar.
Al-Ghozali dalam kitab ihya’ menjelaskan tentang sebab timbulnya pasar “Dapat saja petani hidup dimana alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian tidak ada. Namun, secara alami mereka akan saling memenuhi kebutuhan maisng-masing. Dapat saja terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut. Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh karena itu, secara alami pula orang akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat di satu pihak, dan penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah yang kemudian didatangi pembeli sesuai kebutuhannya masing-masing sehingga terbentuklah pasar
2. Mekanisme Pasar Dalam Pandangan Ulama Islam
Abu Yusuf dalam kitab al-Kharraj, menyatakan bahwa “tidak ada batasan tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan oleh kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Terkadang makanan berlimpah tetapi tetap mahal, dan terkadang makan sangat sdikit tetapi murah.”
Dari pernyataan tersebut, Abu Yusuf tampaknya menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik antara penawaran dan harga. Pada kenyataannya, harga tidak bergantung pada penawaran saja, tetapi juga bergantung pada kekuatan permintaan. Karena itu, peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan penurunan atau peningkatan dalam produksi.
Abu Yusuf menegaskan bahwa ada beberapa variable lain yang mempengaruhi harga, tetapi dia tidak menjelaskan secara lebih rinci. Bisa jadi, variable itu adalah pergesaran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredar disuatu Negara, atau penimbunan dan penahanan barang.
Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah “naik dan turunnya harga tak selalu berkait dengan kezaliman (zulm) yang dilakukan seseorang. Sesekali, alasannya adalah adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang iminta. Jadi, jika membutuhkan peningkatan jumlah barang, sementara kemampuannya menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Di sisi lain, jika kemampuan penyediaan barang menigkat dan permintaannya menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang tak melibatkan ketidakadilan. Atau, sesekali, bisa juga disebabkan ketidak adilan. Maha Besar Allah, yang menciptakaan kemauan pada hati manusia.
Ungkapan ini menunjukkan bahwa ada kebiasaan yang berlaku di zaman ibnu Taimiyah bahwa kenaikan harga seringkali diakibatkan oleh ketidakadilan para pelaku pasar. Pandangan ini ditolak oleh ibnu Taimiyah dengan mengungkapkan bahwa kenaikan harga tidak selamanya disebabkan zulm (ketidakadilan). Ada factor lain yang mempengaruhinya yakni kekuatan pasar antara supply dan demand.
Dalam kitab Fatawa. Ibnu taimiyah menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan: (ekonomi Islam) dan konsekuensinya terhadap harga:
a. Ar-Raghabah (keinginan) atas barang-barang berbeda dan seringkali berubah. Hal ini turut dipengaruhi oleh berlimpah atau langkanya suatu barang. Semakin langka semakin ia diminati oleh masyarakat.
b. Jumlah orang yang meminta. Semakin banyak orang yang meminta dalam satu jenis barang dagangan, maka semakin mahal harga barang
c. Kuat atau lemahnya permintaan. Kebutuhan tinggi dan kuat, harga akan naik lebih tinggi ketimbang jika peningkatan kebutuhan itu kecil atau lemah
d. Kualitas pembeli (al-mu’awid). Harga juga berubah-rubah, sesuai dengan siapa saja transaksi tersebut dilakukah. Pembeli yang memiliki kredibilitas yang buruk, sering bankrut, mengulur-ulur pembayaran akan mendaoatkan harga yang lebih tinggi dari pembeli yang memiliki predikat baik.
e. Jenis uang yang digunakan. Harga juga dipengaruhi oleh bentuk alat pembayaran (uang) yang digunakan dalam jual beli. Jika yang digunakan adalah naqd raji, harga akan lebih rendah ketimbang membayar dengan uang yang jarang ada di peredaran
f. Hal diatas dapat terjadi karena tujuan dari suatu transaki harus menguntungkan penjual dan pembeli. Jika pembeli memiliki kemampuan untuk membayar dan dapat memenuhi janjinya, maka transaksi akan lebih mudah/lancer
g. Aplikasi yang sama berlaku bagi sesorang yang meminjam atau menyewa. Adanya biaya tambahan akan mengakibatkan perubahan harga. Menyewa tanah dalam kondisi banyaknya perampok atau hewan liar akan menambah beban bagi penyewa, sehingga harga sewa lebih rendah dibanding tanah yang tidak membutuhkan biaya tambahan
3. Regulasi Harga
Penetapan (regulasi) harga dikenal dalam dunia fiqih dengan istilah tas’ir yang berarti, menetapkan harga tertentu pada barang-barang yang dperjualbelikan dimana tidak mendzalimi pemilik barang dan pembelinya.
Dalam konsep ekonomi Islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam konsep Islam, pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela, dalam artian tidak ada pihak yang terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat harga tertentu. Keadaan rela sama rela merupakan kebalikan dari keadaan aniaya yaitu keadaan dimana salah satu pihak senang diatas kesedihan pihak lainnya. Dalam hal harga, para ahli fiqih merumuskannya sebagai the price of the equivalent (Tsamanul Mitsly), sesuai dengan teks arab:


Artinya: Pada dasarnya praktek perekonomian dalam Islam tidak ada tas’ir (penetapan harga). Para ulama membahas tentang masalah ini dan mereka saling bersandar hokum terhadap sesuatu karena adanya perbedaan diantara mereka ada yang membolehkan tas’ir dan sebagian lagi ada yang membolehkan tetapi tidak mutlak.
Perbedaan pandangan tentang regulasi harga bersumber pada perbedaan penafsiran terhadap hadits nabi yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Dia berkata:




Artinya: Dari Annas bin Malik ra, beliau berkata: Harga-harga barang pernah mahal pada masa Rasulullah SAW.lalu orang-orang berkata: Ya Rasulullah harga-harga menjadi mahal, tetapkanlah patokan harga untuk kami. Lalu Rasulullah SAW.bersabda: Sesungguhnya Allah lah yang menetapkan harga, yang menahan, dan membagikan rezeki. Dan sesungguhnya saya mengharapkan agar saya dapat berjumpa dengan Allah SWT.dalam keadaan tidak seorangpun diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena kedzaliman dalam penumpahan darah (pembunuhan) dan harta. Diriwayatkan oleh perawi yang lima(selain An Nasa’I (Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah) serta dinilai shahih oleh Ibnu Hiban )
Para ulama yang berbeda pandangan tentang regulasi harga:
a. Ibnu Qudamah
“Didalamnya menunjukkan penentuan harga adalah mudzlim. Dan jika zhalim maka haram.” (aunul ma’bud), Ibnu Qudamah: memberikan dua alasan tidak diperkenankannya tas’ir.
1. Rasulullah tidak pernah menetapkan harga, meskipun penduduk menginginkan hal itu.
2. Regulasi harga Adalah sebuah ketidakadilan yang tidak dilarang. Ini melibatkan hak milik seseorang, didalamnya setiap orang memiliki hak untuk menjual pada harga berapapun, asal ia bersepakat dengan pembelinya, sesuai dengan Firman Allah SWT, dalam surat an-nisa aya 29:




Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Q.S. An-Nisa:29)
b. Asy-Syaukani, berkata
Dan Sesungguhnya manusia berkuasa atas harga mereka, maka tas’ir adalah pembatasan bagi mereka. Imam dituntut untuk menjaga maslahat muslimin. Memperhatikan maslahat pembeli dengan menentukan harga rendah tidaklah lebih utama dari memperhatikan maslahat penjual dengan harga tinggi. Dan jika kedua perkara ini bertemu haruslah diserahkan kepada ijtihad mereka masing-masing. Adapun mewajibkan pemilik barang untuk menjual pada harga yang tidak ia ridhoi adalah bertentangan dengan firman Allah surat Annisa 29:



Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Q.S. An-Nisa:29)
Ayat diatas menekankan harus adanya kerelaan kedua belah pihak dalam melakukan perniagaan atau diistilahkannya dengan ‘an taradhin minkum. Walaupun kerelaan adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati, tetapi indicator dan tanda-tandanya dapat dilihat. Ijab Kabul atau apa yang yang dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang digunkan hokum untuk menentukan kerelaan.
Dalam kondisi normal, semua ulama sepakat akan haramnya melakukan tas’ir, namun dalam kondisi ketidakadilan terdapat perbedaan pandangan ulama. Imam Malik dan sebagian syafiiyah memperbolehkan tas’ir dalam keadaan ghola’. Kontroversi antar para ulama berkisar dua poin: pertama. Jika terjadi harga yang tinggi di pasaran dan seseorang berusaha menetapkan harga yang lebih tinggi ketimbang harga sebenarnya, menurut madzhab maliki harus dihentikan. Tetapi, bila para penjual mau menjual di bawah harga pasar (ceiling price), dua macam pendapat: menurut syafi’I atau penganut Ahmad bin Hanbal mereka tetap menentang berbagai campur tangan pemerintah.
Ibnu Taimiyah menguji pendapat-pendapat dari keempat mazhab itu, juga pendapat beberapa ahli fiqih , sebelum memberikan pendapatnya tentang masalah itu. Menurutnya “kontroversi antar para ulama berkisar dua poin: Pertama, jika terjadi harga yang tinggi di pasaran dan seseorang berusaha menetapkan harga yang lebih tinggi dari pada harga sebenarnya, perbuatan mereka itu menurut mazhab Maliki harus dihentikan. Tetapi, bila para penjual mau menjual di bawah harga semestinya, dua macam pendapat dilaporkan dari dua pihak. Menurut Syafi’i dan penganut Ahmad bin Hanbal, seperti Abu Hafzal-Akbari, Qadi Abu ya’la dan lainnya, mereka tetap menentang berbagai campur tangan terhadap keadaan itu.
Kedua, dari perbedaan pendapat antar para ulama adalah penetapan harga maksimum bagi para penyalur barang dagangan (dalam kondisi normal), ketika mereka telah memenuhi kewajibannya. Inilah pendapat yang bertentangan dengan mayoritas para ulama, bahkan oleh Maliki sendiri. Tetapi beberapa ahli, seperti Sa’id bin Musayyib, Rabiah bin Abdul Rahman dan yahya bin sa’id, menyetujuinya. Para pengikut Abu Hanifah berkata bahwa otoritas harus menetapkan harga, hanya bila masyarakat menderita akibat peningkatan harga itu, di mana hak penduduk harus dilindungi dari kerugian yang diakibatkan olehnya.
Ibnu Taimiyah menafsirkan sabda Rasulullah SAW yang menolak penetapan harga, meskipun pengikutnya memintanya, “Itu adalah sebuah kasus khusus dan bukan aturan umum. Itu bukan merupakan merupakan laporan bahwa seseorang tidak boleh menjual atau melakukan sesuatu yang wajib dilakukan atau menetapkan harga melebihi konpensasi yang ekuivalen.
Ia membuktikan bahwa Rasulullah SAW sendiri menetapkan harga yang adil, jika terjadi perselisihan antara dua orang. Kondisi pertama, ketika dalam kasus pembebasan budaknya sendiri, Ia mendekritkan bahwa harga yang adil (qimah al-adl) dari budak itu harus di pertimbangkan tanpa ada tambahan atau pengurangan (lawakasa wa la shatata) dan setiap orang harus diberi bagian dan budak itu harus dibebaskan.
Kondisi kedua, dilaporkan ketika terjadi perselisihan antara dua orang, satu pihak memiliki pohon, yang sebagian tumbuh di tanah orang lain, pemilik tanah menemukan adanya bagian pohon yang tumbuh di atas tanahnya, yang dirasa mengganggunya. Ia mengajukan masalah itu kepada Rasulullah SAW. Beliau memerintahkan pemilik pohon untuk menjual pohon itu kepada pemilik tanah dan menerima konpensasi atau ganti rugi yang adil kepadanya. Orang itu ternyata tak melakukan apa-apa. Kemudian Rasulullah SAW membolehkan pemilik tanah untuk menebang pohon tersebut dan ia memberikan konpensasi harganya kepada pemilik pohon. Ibnu Taimiyah menjelasklan bahwa “jika harga itu bisa ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan satu orang saja, pastilah akan lebih logis kalau hal itu ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan publik atas produk makanan, pakaian dan perumahan, karena kebutuhan umum itu jauh lebih penting dari pada kebutuhan seorang individu.
Salah satu alasan lagi mengapa Rasulullah SAW menolak menetapkan harga adalah “pada waktu itu, di Madinah, tak ada kelompok yang secara khusus hanya menyadi pedagang. Para penjual dan pedagang merupakan orang yang sama, satu sama lain (min jins wahid). Tak seorang pun bisa dipaksa untuk menjual sesuatu. Karena penjualnya tak bisa diidentifikasi secara khusus. Kepada siapa penetapan itu akan dipaksakan??(Taimiyah, 1983: 51). Itu sebabnya penetapan harga hanya mungkin dilakukan jika diketahui secara persis ada kelompok yang melakukan perdagangan dan bisnis melakukan manipulasi sehingga berakibat menaikkan harga. Ketiadaan kondisi ini, tak ada alasan yang bisa digunakan untuk menetapkan harga. Sebab, itu tak bisa dikatakan pada seseorang yang tak berfungsi sebagai suplaier, sebab tak akan berarti apa-apa atau tak akan adil. Argumentasi terakhir ini tampaknya lebih realistis untuk dipahami.
Menurut Ibnu Taimiyah, barang barang yang dijual di Madinah sebagian besar berasal dari impor. Kondisi apapun yang dilakukan terhadap barang itu, akan bisa menyebabkan timbulnya kekurangan suplai dan memperburuk situasi. Jadi, Rasulullah SAW menghargai kegiatan impor tadi, dengan mengatakan, “Seseorang yang mambawa barang yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, siapapun yang menghalanginya sangat dilarang.?Faktanya saat itu penduduk madinah tidak memerlukan penetapan harga
Dari keterangan di atas, tampak sekali bahwa penetapan harga hanya dianjurkan bila para pemegang stok barang atau para perantara di kawasan itu berusaha menaikkan harga. Jika seluruh kebutuhan menggantungkan dari suplai impor, dikhawatirkan penetapan harga akan menghentikan kegiatan impor itu. Karena itu, lebih baik tidak menetapkan harga, tetapi membiarkan penduduk meningkatkan suplai dari barang-barang dagangan yang dibutuhkan, sehingga menguntungkan kedua belah pihak.Tak membatasi impor, dapat diharapkan bisa meningkatkan suplai dan menurunkan harga.
4. Pentingnya Regulasi Harga
Ibnu Taimiyah membedakan dua tipe penetapan harga: tak adil dan tak sah, serta adil dan sah. Penetapan harga yang “tak adil dan tak sah?berlaku atas naiknya harga akibat kompetisi kekuatan pasar yang bebas, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan suplai atau menaikkan permintaan. Ibnu Taimiyah sering menyebut beberapa syarat dari kompetisi yang sempurna. Misalnya, ia menyatakan, “Memaksa penduduk menjual barang-barang dagangan tanpa ada dasar kewajiban untuk menjual, merupakan tindakan yang tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang.?Ini berarti, penduduk memiliki kebebasan sepenuhnya untuk memasuki atau keluar dari pasar. Ibnu Taimiyah mendukung pengesampingan elemen monopolistik dari pasar dan karena itu ia menentang kolusi apapun antara orang-orang profesional atau kelompok para penjual dan pembeli. Ia menekankan pengetahuan tentang pasar dan barang dagangan serta transaksi penjualan dan pembelian berdasar persetujuan bersama dan persetujuan itu memerlukan pengetahuan dan saling pengertian.
Dalam penetapan harga, pembedaan harus dibuat antara pedagang lokal yang memiliki stok barang dengan pemasok luar yang memasukkan barang itu. Tidak boleh ada penetapan harga atas barang dagangan milik pemasok luar. Tetapi, mereka bisa diminta untuk menjual, seperti rekanan importir mereka menjual. Pengawasan atas harga akan berakibat merugikan terhadap pasokan barang-barang impor, di mana sebenarnya secara lokal tak membutuhkan kontrol atas harga barang karena akan merugikan para pembeli. Dalam kasus harga barang di masa darurat (bahaya kelaparan, perang, dan sebagainya), bahkan ahli ekonomi modern pun menerima kebijakan regulasi harga akan berhasil efektif dan sukses dalam kondisi seperti itu.


5. Musyawarah untuk Regulasi Harga
Dalam hubungannya dengan masalah ini, Ibnu Taimiyah menjelaskan sebuah metode yang diajukan pendahulunya, Ibnu Habib, menurutnya, Imam (kepala pemerintahan), harus menjalankan musyawarah dengan para tokoh perwakilan dari pasar (wujuh ahl al-suq), sesuai dengan qaidah fiqih:

Kebijakan seorang imam terhadap kepimpinannya adalah semata-mata untuk kemaslahatan umat.
Pihak lain juga diterima hadir dalam musyawarah ini, karena mereka harus juga dimintai keterangannya. Setelah melakukan perundingan dan penyelidikan tentang pelaksanaan jual beli, pemerintah harus secara persuasif menawarkan ketetapan harga yang didukung oleh peserta musyawarah, juga seluruh penduduk. Jadi, keseluruhannya harus bersepakat tentang hal itu, harga itu tak boleh ditetapkan tanpa persetujuan dan izin mereka.
Ibnu Taimiyah menegaskan secara jelas kerugian dan bahaya dari penetapan harga yang sewenang-wenang, tak akan memperoleh dukungan secara populer. Misalnya, akan muncul pasar gelap atau pasar abu-abu atau manipulasi kualitas barang yang dijual pada tingkat harga yang ditetapkan itu. Ketakutan seperti itu dinyatakan juga oleh Ibnu Qudamah. Bahaya yang sama, juga banyak dibahas oleh ahli-ahli ekonomi modern, karena itu disangsikan lagi, bahaya ini harus ditekan, kalau bisa dihilangkan sama sekali. Harga itu perlu ditetapkan melalui musyawarah bersama dan diciptakan oleh rasa kewajiban moral serta pengabdian untuk kepentingan umum.

C. Peraturan Perundang-undangan tentang Pasar
1. Peraturan Persiden No.112 tahun 2007
Tanggal 27 Desember 2007, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No 112 Tahun 2007 mengenai penataan dan pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Setelah ditunda berkali-kali dan konon terjadi tarik ulur antara berbagai pihak yang berkepentingan dengan peraturan ini, akhirnya peraturan ini terbit juga.
2. Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1962 tanggal 3 Agustus 1962 tentang Pengendalian Harga

BAB III
KESIMPULAN

Dalam rangka melindungi hak pembeli dan penjual, Islam membolehkan bahkan mewajibkan melakukan intervensi harga. Ada beberapa faktor yang membolehkan intervensi harga antara lain:
a. Intervensi harga menyangkut kepentingan masyarakat yaitu melindungi penjual dalam hal profit margin sekaligus pembeli dalam hal purchasing power
b. Jika harga tidak ditetapkan ketikapenjual menjual dengan harga tinggi sehingga merugikan pembeli. Intervensi harga mencegah terjadinya ikhtikar atau ghaban faa-hisy
c. Intervensi harga melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas karena pembeli biasanya mewakili masyarakat yang lebih luas, sedangkan penjual mewakili kelompok yang lebih kecil.
Suatu intervensi harga dianggap zalim apabila harga maksimum (ceiling price) ditetapkan di bawah harga keseimbangan yang terjadi melalui makanisme pasar yaitu atas dasar rela sama rela. Tak seorang pun diperbolehkan menetapkan harga lebih tinggi atau lebih rendah ketimbang harga yang ada. Penetapan harga yang lebih tinggi akan menghasilkan eksploitasi atas kebutuhan penduduk dan penetapan harga yang lebih rendah akan merugikan penjual. Secara paralel dapat dikatakan bahwa harga minimum yang ditetapkan di atas harga keseimbangan kompetitif adalah zalim.

DAFTAR PUSTAKA



As Shan’ani, Subulus Salam III, Penterjemah Drs. Abu Bakar Muhammad, Surabaya, Al-Ikhlas,1995
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, dari Masa Klasik hingga Kontemporer, Granada Press, Jakarta, 2007
Asmuni Mth, Penetapan Harga dalam Islam: Prespektif Piqih dan Ekonomi, Yogyakrta, MSI-UII Net, 2005
Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam, III T Indonesia, Jakarta, 2003
Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Temporer, Gema Insani, Jakarta, 2001
Shihab, M. Quraisy, Tafsir al-Misbah, Pesan dan Keserasian al-Quran, Lentera Hati, Jakarta, 2002
Winardi, Kamus Ekonomi (Inggris – Indonesia), Jakarta, Alumni, 1996

Kamis, 25 Juni 2009

Jual Beli Istishna'

NO: 06/DSN-MUI/IV/2000
Tentang JUAL BELI ISTISHNA'
Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI ISTISHNA'

Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:

Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:

Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. Penyerahannya dilakukan kemudian. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
Ketiga : Ketentuan Lain:

Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 29 Dzulhijjah 1420 H / 4 April 2000 M

Ekonomi Syariah Masih Miliki Kelemahan Internal

JAKARTA – Ekonomi syariah di Indonesia tumbuh cukup pesat, namun masih ada beberapa kelemahan internal. Dengan mengatasi kelemahan internal ekonomi syariah diharapkan dapat lebih berkembang.

Peneliti Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah UI, Moh Soleh Nurzaman mengatakan terdapat dua kelemahan internal yang saat ini masih mengganjal ekonomi syariah.

Pertama adalah pola-pola hubungan berbasis Islam saat ini baru sebatas akad dan ikrar, belum menyentuh substansinya. “Saat ini diskusi baru sebatas ekonomi syariah yang nonribawi, belum seperti ekonomi syariah sebagai jalan untuk mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan,” kata Soleh usai diskusi publik Meneropong Prospek Ekonomi Syariah Pascapilpres di Gedung IASTH UI, Kamis (18/6).

Padahal, lanjutnya, dengan membahas ekonomi syariah secara substansial akan mendorong adanya kebijakan makro pemerintah yang mengarah pada perkembangan ekonomi syariah.

Misalnya saja pembiayaan proyek infrastruktur yang 50 persennya diserahkan pada bank syariah atau penyerahan dana haji secara eksklusif di bank syariah. “Jadi dengan kebijakan tersebut akan melihat ekonomi syariah sebagai sistem,” kata Soleh.

Kelemahan internal lainnya adalah pendekatan terhadap ekonomi Islam dilakukan oleh dua kutub keilmuan yaitu ilmu ekonomi dan hukum Islam yang belum terintegrasi.

Soleh mencontohkan perguruan tinggi agama yang melakukan pendekatan lebih kepada dari sisi hukum Islam, sementara perguruan tinggi lainnya dengan pendekatan ilmu ekonomi.

Saat ini, lanjutnya, Ikatan Ahli Ekonomi Islam telah menyusun kurikulum yang terintegrasi namun belum ada standarisasi kurikulum dari Departemen Pendidikan Nasional. “Kurikulum saat ini masih beragam perlu waktu untuk standarisasi dan mensinergikannya,” kata Soleh. - gie/ahi

CUCI TANGAN MENYELAMATKAN NYAWA

ANTARASOSIALISASI: Tampak siswa sekolah dasar tengah mencuci tangan bersama menggunakan air mengalir dan sabun

JAKARTA-- Kebiasaan mencuci tangan masyarakat Indonesia masih belum baik. Terlihat dari kebiasaan mencuci tangan dengan menggunakan semangkuk air atau kobokan untuk membasuh tangan sebelum makan. Padahal kebiasan sehat itu bisa menyelamatkan nyawa dengan mencegah penyakit.

Tangan yang terlihat bersih ternyata belum tentu steril. Dampaknya, hampir sama dengan tangan yang kotor bisa menjadi sumber beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada anak seperti diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Hasil penelitian badan kesehatan dunia (WHO) menunjukan sekitar 1,8 juta orang meninggal karena diare.

Pakar Kesehatan, dr Handrawan Nadesul mengatakan, kebiasaan cuci tangan dengan baik dapat mencegah masuknya sepuluh jenis penyakit diantaranya diare, kolera dan ISPA. "Untuk itu setiap orang perlu diintervensi agar hidup sehat dan mulailah dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir," ungkap Hendrawan dalam diskusi kesehatan anak di Jakarta, Rabu (17/6).

Dia memaparkan, diare, ISPA dan penyakit penyebab kematian pada balita lainnya dapat dicegah dengan penyadaran hidup bersih bagi masyarakat. Peran ibu, dikatakan Hendrawan adalah modal besar dalam pembentukan perilaku hidup sehat, karena ibu yang terlibat langsung dalam menyediakan makanan, mengasuh anak dan penerapan perilaku sehat lainnya.

Menurut artikel dalam British Medical Journal, 51 penelitian yang dilakukan di Inggris menunjukan cuci tangan lebih efektif dibanding obat dan vaksin untuk menghentikan flu.

Biaya Kesehatan

Hanya dengan modal sabun dan air mengalir biaya kesahatan setiap keluarga dapat ditekan hingga 44%. Hal itu menujukan intervensi cuci tangan menurunkan penyakit yang menyebabkan kematian pada anak lebih efektif dibanding cara lain. "Di Filipina dampak ekonomi perilaku cuci tangan dengan sabun dapat menekan biaya kesehatan sebesar 455 juta $ AS," imbuh Handrawan.

Mencegah datangnya penyakit sejak awal tentunya akan mengurangi biaya tinggi untuk pengobatan. Sayang, perilaku cuci tangan dengan sabun kurang dipromosikan sebagai tindakan pencegahan.

Handrawan menyayangkan berbagai pihak lebih banyak fokus pada masalah kesehatan di hulu, yaitu bagaimana cara memberikan pengobatan gratis atau obat murah. Padahal menggiatkan promosi perilaku cuci tangan dengan sabun dapat menekan biaya kesehatan untuk membeli obat, perawatan rumah sakit dan keperluan lainnya ketika seseorang sakit. Selain itu, dengan mencuci tangan dengan sabun akan menurunkan angka izin anak sekolah dan berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya.

Menjadi pribadi yang sehat adalah bagaimana seseorang berperilaku sehat. Perilaku sehat dapat dibentuk sejak kecil dengan komunikasi, informasi dan edukasi. Semua kalangan berperan untuk mewujudkan generasi Indonesia yang sehat. Pemerintah berperan menganggarkan dana dan program untuk mencanangkan perilaku hidup bersih dan sehat, sementara itu pihak lain dapat membantu program pemerintah dalam melakukan komunikasi, informasi dan edukasi.

"Namun yang sangat berperan adalah keluarga, terutama ibu. Karena ibu ada dibelakang terciptanya generasi sehat" tegas Handrawan. (cr1/rin)

Senin, 06 April 2009

Doa Pernikahan

Doa Pernikahan
Ya Allah,
jadikanlah pernikahan kami pernikahan yang barakah
pembuka pintu rahmat bagi kami, keluarga kami dan ummat
penyempurna keislaman kami
tungku tempat kami menempa shabar dan syukur
sekolah tempat kami belajar menjadi dewasa
jalan kami menggapai cinta-Mu
Ya Allah,
ampuni dosa-dosa kami
maafkan segala khilaf kami
luruskan niat kami
sucikan hati kami
kuatkan tekad kami
bimbing kami
lindungi kami dari segala tipu daya syaitan
agar kami dapat menapaki jalan baru ini, demi menggapai ridho-Mu
Ya Allah,
anugerahkanlah kepada kami pasangan hidup kami dan keturunan kami sebagai
penyejuk hati (kami), dan jadikan kami senagai imam bagi orang-orang yang
bertaqwa
Amiiin.

Harapan Pernikahan
Ya allah…. Andaikan semua ini layak bagi kami, cukupkanlah
permohonan ini dengan ridha-Mu Jadikanlah kami sebagai suami istri yang
saling mencintai dikala dekat, Saling menjaga kehormatan dikala jauh Saling menghibur dikala duka, saling mengingatkan dikala suka,
saling mendoakan dalam kebaikan dan ketaqwaan, saling menyempurnakan dalam
beribadah. Ya allah…sempurnakanlah kebahagiaan kami
dengan menjadikan pernikahan ini sebagai ibadah kepada-Mu dan bukti pengikat cinta kamu kepada Rasul-Mu

Izinkan aku Yaa Robb….!!
Ya Allah…Seandainya
telah Engkau catatkan dia akan menjadi teman menapaki hidup Satukanlah hatinya
dengan hatiku Titipkanlah kebahagiaan diantara kami Agar kemesraan itu abadi Dan ya Allah… ya
Tuhanku yang Maha Mengasihi Seiringkanlah kami melayari hidup ini Ke tepian yang
sejahtera dan abadi Tetapi ya Allah…Seandainya telah Engkau
takdirkan……Dia bukan milikku Bawalah ia jauh dari pandanganku Luputkanlah ia dari
ingatanku Ambillah kebahagiaan ketika dia ada disisiku Dan peliharalah aku
dari kekecewaan. ya Allah ya Tuhanku yang Maha Mengerti…Berikanlah aku kekuatan Melontar bayangannya
jauh ke dada langit Hilang bersama senja nan merah Agar aku bisa berbahagia walaupun tanpa
bersama dengannya Dan ya Allah yang tercinta…Gantikanlah yang telah hilang
Tumbuhkanlah kembali yang telah patah Walaupun tidak sama dengan dirinya…. Ya
Allah ya Tuhanku…Pasrahkanlah aku dengan takdirMu Sesungguhnya apa yang telah
Engkau takdirkan Adalah yang terbaik buatku Karena Engkau Maha Mengetahui Segala yang terbaik
buat hambaMu ini. Ya Allah…Cukuplah Engkau saja yang menjadi pemeliharaku Di dunia dan di akhirat
Dengarlah rintihan dari hambaMu yang daif ini, Jangan Engkau biarkan aku sendirian Di dunia ini maupun di
akhirat Jangan biarkan aku terjerumus aku ke arah kemaksiatan dan
kemungkaran. Maka kurniakanlah aku seorang pasangan yang beriman Supaya aku dan dia
dapat membina kesejahteraan hidup Ke jalan yang Engkau ridhai Dan kurniakanlah padaku
keturunan yang soleh dan sholehah, Amin… Ya Rabbal ‘Alamin

Bila Aku Jatuh Cinta
Allahu Rabbi aku minta
izin Bila suatu saat aku jatuh cinta Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuat lalai akan adanya Engkau Allahu Rabbi Aku punya pinta Bila suatu
saat aku jatuh cinta Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak
terbatas Biar rasaku pada-Mu tetap utuh Allahu Rabbi Izinkanlah bila suatu saat
aku jatuh cinta Pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengankasih-Mu dan
membuatku semakin mengagumi-Mu Allahu Rabbi Bila suatu saat aku jatuh hati Pertemukanlah kami
Berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu Allahu Rabbi Pintaku
terakhir adalah seandainya kujatuh hati Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahkanlah aku cinta-Mu… Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu Amin !

Senin, 19 Januari 2009

Kisi-kisi UAS Hukum Perbankan Syariah

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR
SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2008/2009
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

Mata Kuliah : Hukum Perbankan Syariah
Prodi : Muamalah (Ekonomi Islam)
Konsentrasi : Perbankan Syariah
Dosen : AM Hasan Ali, MA

Panduan Mengerjakan Soal!
1. Kejujuran Anda merupakan modal utama meraih puncak keberhasilan..
2. Anda akan lebih tenang dan percaya diri dalam mengerjakan soal jika membaca do'a di bawah ini!
اللهم افتح قلوبنا فتوح العارفين

Pilihlah jawaban di bawah ini yang benar! (1 soal = 3 nilai)
1. Di bawah ini yang termasuk dasar hukum operasional industri perbankan syariah di Indonesia, kecuali:

2. Sejak tahun 2008, industri perbankan syariah telah mempunyai legalitas yang sangat kuat dengan disahkannya UU Perbankan Syariah, yakni ....

3. Bagaimana kedudukan fatwa yang ditetapkan oleh Dewan Syarian Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam struktur yuridis formal operasional perbankan syariah di Indonesia?

4. Pada awal berdirinya bank syariah di Indonesia, legalitas operasionalnya didasarkan pada undang-undang ...

5. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro dijelaskan ada dua akad yang melandasinya, yakni ...

6. Dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan dana, bank syariah dapat melakukan kegiatan usahanya pada pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah. Oleh karenanya, sesuai dengan fatwa DSN No. 38/DSN/X/2002 dikeluarkan fasilitas SIMA, yaitu ...

7. Pada tahun 2004, DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa tentang Syari’ah Charge Card. Dalam fatwa tersebut dijelaskan, jika pemegang kartu (hamil al-bithaqah) melakukan transaksi melalui merchant (qabil al-bithaqah), akad yang digunakan adalah ...

8. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan tiga prinsip, yakni:

9. Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan makna baru terhadap BPRS, yaitu ....

10. Fungsi utama bank syariah yang juga dimiliki oleh bank konvensional, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam UU Perbankan Syariah, adalah ....

11. Bank syariah juga mempunyai mandat untuk menjalankan fungsi sosial. Di bawah ini termasuk fungsi sosial bank syariah menurut UU Perbankan Syariah adalah ...

12. Termasuk pihak yang terafiliasi menurut undang-undang Perbankan Syariah, adalah ....

13. Di bawah ini termasuk kategori nasabah yang diakui dalam undang-undang Perbankan Syariah, kecuali ....

14. Dalam UU Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan deposito adalah ....

15. Sesuai dengan fungsi yang diemban perbankan syariah untuk menghimpun dana dari masyarakat. Ada beberapa akad yang digunakan perbankan syariah dalam penghimpunan dana, yaitu ...

16. Lembaga yang berhak memberikan izin operasional bank syariah di Indonesia, sesuai dengan pasal pasal 5 ayat 1 UU Perbankan Syariah, adalah ....

17. Pernyataan di bawah ini benar, kecuali ....

18. Bentuk badan hukum bank syariah sesuai dengan Pasal 7 UU Perbankan Syariah, adalah ...

19. Bank syariah dapat didirikan dan dimiliki oleh ....

20. Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 19 UU Perbankan Syariah, bank syariah dapat melakukan usaha penyaluran dana berdasarkan prinsip jual-beli. Termasuk permbiayaan yang mengacu pada prinsip jual-beli, adalah ....

21. Dewan Pengawas Syariah (DPS) wajib dibentuk di bank syariah dan bank konvensional yang membuka unit usaha syariah (UUS). DPS diangkat oleh rapat umum pemegang saham atas rekomendasi ...

22. Dalam pasal 109 UU No 40 tahun 2007 dijelaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai ....

23. UU Perbankan Syariah memberikan solusi opsional kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa. Maksud dari solusi opsional adalah ...

24. Untuk memperbesar market share industri perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia telah melakukan strategi dengan kebijakan ....

25. Ketentuan yang ada dalam UU Perbankan Syariah diatur lebih lanjut dalam ....


Essay!
Jawablah persoalan di bawah ini dengan analisis yang cermat dan tepat! (Nilai = 25)
1. Data statistik yang dilansir oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa total aset bank syariah per September 2008 tumbuh sebesar 45,9 triliun. Namun demikian, jika dibanding dengan total aset yang diraih oleh bank konvensional masih kalah jauh. BCA sendiri, akibat imbas krisis keuangan global, dalam triwulan terakhir memperoleh limpahan dana pihak ketiga sebesar 200 triliun. Maka wajar jika sampai saat ini market share bank syariah baru 2,2%. Melihat realita seperti ini, masih banyak tantangan yang dihadapi dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Tugas Anda untuk merinci semua problem yang muncul dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Setelah diketahui problemnya, tugas Anda berikutnya adalah merumuskan strategi yang tepat dalam pengembangan industri perbankan syariah di Indonesia. Analisis Anda akan terarah jika melakukan review ulang dari awal berdirinya bank syariah di Indonesia hingga saat ini, dengan mengacu pada peraturan yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia, baik merujuk pada peraturan perundang-undangan ataupun peraturan operasional lainnya.


مع النجاح والسلامة!

Kisi-kisi UAS Hukum Perbankan Syariah

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR
SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2008/2009
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

Mata Kuliah : Hukum Perbankan Syariah
Prodi : Muamalah (Ekonomi Islam)
Konsentrasi : Perbankan Syariah
Dosen : AM Hasan Ali, MA

Panduan Mengerjakan Soal!
1. Kejujuran Anda merupakan modal utama meraih puncak keberhasilan..
2. Anda akan lebih tenang dan percaya diri dalam mengerjakan soal jika membaca do'a di bawah ini!
اللهم افتح قلوبنا فتوح العارفين

Pilihlah jawaban di bawah ini yang benar! (1 soal = 3 nilai)
1. Di bawah ini yang termasuk dasar hukum operasional industri perbankan syariah di Indonesia, kecuali:

2. Sejak tahun 2008, industri perbankan syariah telah mempunyai legalitas yang sangat kuat dengan disahkannya UU Perbankan Syariah, yakni ....

3. Bagaimana kedudukan fatwa yang ditetapkan oleh Dewan Syarian Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam struktur yuridis formal operasional perbankan syariah di Indonesia?

4. Pada awal berdirinya bank syariah di Indonesia, legalitas operasionalnya didasarkan pada undang-undang ...

5. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro dijelaskan ada dua akad yang melandasinya, yakni ...

6. Dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan dana, bank syariah dapat melakukan kegiatan usahanya pada pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah. Oleh karenanya, sesuai dengan fatwa DSN No. 38/DSN/X/2002 dikeluarkan fasilitas SIMA, yaitu ...

7. Pada tahun 2004, DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa tentang Syari’ah Charge Card. Dalam fatwa tersebut dijelaskan, jika pemegang kartu (hamil al-bithaqah) melakukan transaksi melalui merchant (qabil al-bithaqah), akad yang digunakan adalah ...

8. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan tiga prinsip, yakni:

9. Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan makna baru terhadap BPRS, yaitu ....

10. Fungsi utama bank syariah yang juga dimiliki oleh bank konvensional, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam UU Perbankan Syariah, adalah ....

11. Bank syariah juga mempunyai mandat untuk menjalankan fungsi sosial. Di bawah ini termasuk fungsi sosial bank syariah menurut UU Perbankan Syariah adalah ...

12. Termasuk pihak yang terafiliasi menurut undang-undang Perbankan Syariah, adalah ....

13. Di bawah ini termasuk kategori nasabah yang diakui dalam undang-undang Perbankan Syariah, kecuali ....

14. Dalam UU Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan deposito adalah ....

15. Sesuai dengan fungsi yang diemban perbankan syariah untuk menghimpun dana dari masyarakat. Ada beberapa akad yang digunakan perbankan syariah dalam penghimpunan dana, yaitu ...

16. Lembaga yang berhak memberikan izin operasional bank syariah di Indonesia, sesuai dengan pasal pasal 5 ayat 1 UU Perbankan Syariah, adalah ....

17. Pernyataan di bawah ini benar, kecuali ....

18. Bentuk badan hukum bank syariah sesuai dengan Pasal 7 UU Perbankan Syariah, adalah ...

19. Bank syariah dapat didirikan dan dimiliki oleh ....

20. Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 19 UU Perbankan Syariah, bank syariah dapat melakukan usaha penyaluran dana berdasarkan prinsip jual-beli. Termasuk permbiayaan yang mengacu pada prinsip jual-beli, adalah ....

21. Dewan Pengawas Syariah (DPS) wajib dibentuk di bank syariah dan bank konvensional yang membuka unit usaha syariah (UUS). DPS diangkat oleh rapat umum pemegang saham atas rekomendasi ...

22. Dalam pasal 109 UU No 40 tahun 2007 dijelaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai ....

23. UU Perbankan Syariah memberikan solusi opsional kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa. Maksud dari solusi opsional adalah ...

24. Untuk memperbesar market share industri perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia telah melakukan strategi dengan kebijakan ....

25. Ketentuan yang ada dalam UU Perbankan Syariah diatur lebih lanjut dalam ....


Essay!
Jawablah persoalan di bawah ini dengan analisis yang cermat dan tepat! (Nilai = 25)
1. Data statistik yang dilansir oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa total aset bank syariah per September 2008 tumbuh sebesar 45,9 triliun. Namun demikian, jika dibanding dengan total aset yang diraih oleh bank konvensional masih kalah jauh. BCA sendiri, akibat imbas krisis keuangan global, dalam triwulan terakhir memperoleh limpahan dana pihak ketiga sebesar 200 triliun. Maka wajar jika sampai saat ini market share bank syariah baru 2,2%. Melihat realita seperti ini, masih banyak tantangan yang dihadapi dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Tugas Anda untuk merinci semua problem yang muncul dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Setelah diketahui problemnya, tugas Anda berikutnya adalah merumuskan strategi yang tepat dalam pengembangan industri perbankan syariah di Indonesia. Analisis Anda akan terarah jika melakukan review ulang dari awal berdirinya bank syariah di Indonesia hingga saat ini, dengan mengacu pada peraturan yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia, baik merujuk pada peraturan perundang-undangan ataupun peraturan operasional lainnya.


مع النجاح والسلامة!

Kisi-kisi UAS Hukum Asuransi Syariah

KISI-KISI SOAL
UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2008/2009
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

Mata Kuliah : Hukum Asuransi Syariah
Prodi : Muamalah (Ekonomi Islam)
Konsentrasi : Asuransi Syariah
Dosen : AM Hasan Ali, MA

Panduan Mengerjakan Soal!
1. Kejujuran Anda merupakan modal utama meraih puncak keberhasilan..
2. Anda akan lebih tenang dan percaya diri dalam mengerjakan soal jika membaca do'a di bawah ini!
اللهم افتح قلوبنا فتوح العارفين

A. Pilihlah jawaban di bawah ini yang benar! (1 soal = 3 nilai)
1. Di bawah ini yang termasuk ketentuan hukum dalam operasional asuransi syariah di Indonesia adalah ....

2. Bagaimana kedudukan fatwa yang ditetapkan oleh Dewan Syarian Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam struktur yuridis formal operasional perbankan syariah di Indonesia?

3. Definisi asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X 2001 tentang pedoman umum asuransi syariah adalah ....

4. Dalam fatwa DSN-MUI tersebut ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebutkan kata asuransi syariah, diantaranya adalah ....

5. Ada dua akad yang menjadi acuan dalam operasional perusahaan asuransi syariah. Kedua akad tersebut adalah .....

6. Pengertian akad tijarah dalam fatwa DSN-MUI di atas adalah .....

7. Dalam akad tijarah, sebuah perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola) sedangkan peserta asuransi bertindak sebagai .....

8. DSN-MUI telah mengeluarkan beberapa fatwa tentang operasional asuransi syariah. Di bawah ini fatwa-fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan operasional asuransi syariah, kecuali ...

9. Peraturan yang memberikan panduan investasi bagi perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah adalah ....

10. Termasuk dalam obyek asuransi menurut UU No 2 tahun 1992 adalah:

11. Mekanisme pengelolaan dana pada perusahaan asuransi syariah secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu ....

12. Wewenang investasi yang diberikan kepada perusahaan asuransi syariah tidak jauh berbeda dengan wewenang investasi yang dimiliki oleh industri perbankan syariah. Di antara wewenang investasi yang ada di bawah ini benar, kecuali .....

13. Dalam UU Usaha Perasuransian dijelaskan mengenai definisi perusahaan asuransi jiwa. Apa yang dimaksud perusahaan asuransi jiwa ....

14. Jenis usaha asuransi syariah di bawah ini benar, kecuali ....

15. UU Usaha perasuransian juga mengatur adanya usaha penunjang usaha asuransi. Yang termasuk usaha penunjang usaha asuransi adalah ...

16. Usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk ....

17. Dalam peraturan pemerintah N0. 39 tahun 2008 dijelaskan mengenai persyaratan modal minimum yang harus dimiliki industri asuransi di Indonesia. Berapa modal minimum yang harus dipenuhi perusahaan asuransi syariah ....

18. Mengapa istilah asuransi dalam bahasa Arab disebut dengan at-ta’min .....

19. Konsep asuransi syariah lebih mengarah pada sharing of risk dari pada transfer of risk. Apa yang dimaksud dengan sharing of risk? ...

20. Penetapan harga premi dalam industri auransi berbanding lurus dengan tingkat risiko yang dijaminkan. Ketentuan di atas selaras dengan pernyataan ...

21. Tugas Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada perusahaan asuransi syariah adalah ...

22. Dalam pasal 109 UU No 40 tahun 2007 dijelaskan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai ....

23. Ketentuan mengenai asuransi haji diatur dalam fatwa DSN-MUI N0. 39/DSN-MUI/X/2002. Dijelaskan dalam fatwa ini, akad yang melandasi produk asuransi haji adalah ....

24. Lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengatur operasional industri asuransi di Indonesia adalah ....

25. Dana klaim dalam perusahaan asuransi syariah diambilkan dari dana ......

EssayI (1 Soal = 12,5 nilai)
1. Dalam UU Usaha Perasuransian diatur mengenai ketentuan badan hukum perusahaan asuransi. Tugas Anda untuk mendiskripsikan badan hukum perusahaan asuransi tersebut bersama contoh perusahaannya masing-masing!
2. Market share industri asuransi syariah di Indonesia masih kecil sekali. Data yang didapat dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam-LK) menunjukkan market share industri asuransi syariah masih di bawah angka 2%. Tugas Anda untuk merinci problem pengembangan industri asuransi syariah di Indonesia disertai solusi strategi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah!

مع النجاح والسلامة!