Sabtu, 27 Desember 2008

Bai' al-Dayn

PENDAHULUAN



Seiring berkembangnya perbankan syariah, mau tidak mau produk-produk perbankan syariah pun harus dikembangkan. Pengelolaan Keuangan dan perbankan pada prinsipnya untuk memenuhi keinginan 3 (tiga) pihak, yaitu pemegang saham,investor dan pendukung Usaha (pengurus perusahaan) . Sistem keuangan dan perbankan Islam harus mencakup sleuruh bidang keuangan dan perbankan modern. Instrumen-instrumen keuangan Islam sebenarnya merupakan bagian dari produk-produk keuangan dan perbankan Islam.
Salah satu tugas pokok bank merupakan pembiayaan, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat pengguna-annya, pembiayaan dapat dibagai menjadi:
a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis diguna-kan untuk dipakai memenuhi kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi:
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan (1) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi; dan (2) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu .

BAB II
PEMBAHASAN



Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, kontrak atau akad dapat diabgi menjadi kedalam dua kelompok, yaitu :
1. Natural Certainty Contracts adalah akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Kontrak ini dapat dijelaskan dengan sebuah teori yaitu pertukaran.
2. Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak atau akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah, maupun waktunya. Kontrak ini dapat dijelaskan dengan sebuah teori yaitu teori percampuran.

A. TEORI PERTUKARAN
Teori pertukaran terdiri dari dua pilar yaitu:
1. Obyek pertukaran;
Fiqih membedakan dua jenis obyek pertukaran, yaitu:
a. ‘Ayn berupa barang dan jasa
b. Dayn berupa uang dan jasa
2. Waktu pertukaran
Fiqih membedakan dua waktu pertukaran, yaitu:
a. Naqdun yaitu penyerahan pada saat itu juga;
b. Ghairu naqdan yaitu penyerahan kemudian
Dari segi obyek pertukaran, dapat dibagi menjadi tiga jenis pertukaran, yaitu:
1. Pertukaran ‘ayn dengan ‘ayn
2. Pertukaran ‘ayn dengan dayn
3. Pertukaran dayn dengan dayn




















Gambar: Dua pilar dalam teori pertukaran

1. Pertukaran ‘Ayn dengan ‘Ayn
Ada dua macam pertukaran ini, yaitu:
a. Lain jenis
Dalam pertukaran ini, bila jenisnya berbeda (misalnya upah tenaga kerja yang dibayar dengan beberapa kg beras) maka tidak ada masalah (dibolehkan)
b. Sejenis
Jika jenisnya sama, fiqih membedakan antara real asset yang secara kasat mata dapat dibedakan mutunya dengan real asset yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan mutunya. Pertukaran kuda dengan kuda diperbolehkan karena secara kasat mata dapat dibedakan mutunya, sedangkan pertukaran gandum dengan gandum dilarang karena secara kasat mata tidak bisa dibedakan mutunya.
Satu-satunya kondisi yang membolehkan pertukaran antara yang sejenis dan secara kasat mata tidak dibedakan mutunya adalah:
1) sawa-an bi sawa-in (sama jumlahnya);
2) mistlan bi mistlin (sama mutunya)
3) yadan di yadin (sama waktu penyerahannya)











Gambar: ‘Ayn bi ‘ayn


2. Pertukaran ‘Ayn dengan Dayn
Dalam pertukaran ‘ayn dengan dayn, maka yang dibedakan adalah jenis ‘aynnya. Bila ‘aynnya adalah barang, maka pertukaran ‘ayn dengan dayn disebut jual beli (al-bai’). Sedangkan bila ‘aynnya adalah jasa, maka pertukaran ini disebut sewa-menyewa atau upah mengupah (al-ijarah).
Dari segi metode pembayarannya, Islam membolehkan jual beli dilakukan dengan cara tunai (now for now), bai’naqdan atau secara tangguh bayar (deferd paymen, bai’ muajjal), atau secara tangguh searah (deffered delivery, bai salam). Bai’ muajjal dapat dibayar secara penuh (muajjal), atau secara cicilan (taqsith). Jual beli tangguh dapat dibedakan lagi menjadi: (1) Pembayaran lunas sekaligus di muka (bai’ salam); (2) Pembayaran dilakukan secara cicilan dengan syarat harus lunas sebelum barang diserahkan (bai’ istishna’)
Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk mendatkan manfaat orang disebut upah mengupah. Ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja yang disewa (ju'alah), dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja yang disewa (ijarah).



















Gambar: ‘Ayn bi Dayn


3. Pertukaran Dayn dengan Dayn
Dalam pertukaran dayn dengan dayn, dibedakan antara dayn yang berupa uang dengan dayn yang tidak berupa uang (surat berharga).
Jual beli surat berharga pada dasarnya tidak dibolehkan. Namun bila surat berharga dilihat lebih rinci, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu surat berharga yang representasi ‘ayn, dan surat berharga yang tidak merupakan representasi ‘ayn. Secara umum hanya surat berharga yang merupakan repsentasi ‘ayn saja yang dapat diperjual belikan. Secara terinci, jual beli surat berhrga (bai’ al- dayn bi al-dayn) dapat dibedakan menjadi:
a. Penjualan kepada si penghutang (bai’ al dayn bi al dayn), dapat dibedakan lagi menjadi:
1) Hhutang yang pasti pembayarannya (confirmed, mustaqir). Bagi madzhab transaksi ini boleh.
2) Hhutang yang tidak pasti pembayarannya (unconfirmed, ghairu mustaqir). Transaksi ini terlarang.
b. Penjualan kepada pihak ketiga (bai’ al dayn lil ghairu madin), yang dapat dibedakan lagi menjadi empat pendapat, yaitu:
1) Kebanyakan ulama madzhab Hanafi, dan Syafi’i, beberapa ulama Hanbali dan Zahiri secara tegas tidak membolehkan penjualan ini.
2) Ibnu Taimiyah membolehkannya bila hutangnya adalah hutang yang pasti pembayrannya (mustaqir)
3) Imam Siraji, subki, dan Nawawi membolehkannya dengan tiga syarat, yaitu:
- Dayn harus seperti bai’ spot bukan muajjal
- Debitor adalah orang kaya, dan menerima penjualan, atau ada bukti yang kuat dari dayn
- Harga pembayaran berdasarkan basis spot
4) Imam Anas bin Malik dan Zurqoni membolehkannya dengan delapan syarat, yaitu:
- Harga berdasarkan basis spot
- Kapasitas yang mampu diakses dengan mudah untuk membayar utang
- Hutang diketahui oleh debitor (piutang)
- Harga harus berbeda dari sesuatu yang lain dengan hutang sendiri.
- Tidak diharuskan yang mendasari dalam penjualan emas dan perak saling berlawanan
- Tidak diharuskan permusuhan apapun diantara pembeli dan piutang
- Seharusnya pembukuan itu bisa menjadi tujuan penjualan sebelum prosesnya.
- Niat yang baik

Matriks Pertukaran
Object Time
Now for now Now for deferred Deferred for defered
‘Ayn for ‘ayn Boleh Boleh Tidak boleh
‘Ayn for dayn Boleh Boleh Tidak boleh
Dayn for dayn Tidak boleh Kecuali sharf Tidak boleh Tidak boleh

Semua transaksi pertukaran tangguh searah (deferred for deferred) diharamkan. Begitu juga pertukaran dayn dengan dayn diharamkan, kecuali sharf. Selain itu dua hal diatas, semua transaksi diperbolehkan.

B. TEORI PERCAMPURAN
Dari segi obyek percampuran, dapat dibagi menjadi tiga jenis percampuran ,yaitu:
1. Percampuran ‘Ayn dengan ‘Ayn
Percampuran ‘ayn dengan ‘ayn dapat terjadi, misalnya pada kasus dimana ada seorang tukang kayu bekerja sama dengan tukang batu untuk membangun sebuah rumah. Baik tukang kayu atau tukang batu, keduanya sama-sama menyumbangkan tenaga dan keahliannya (jasa) dan mencampurkan jasa mereka berdua untuk membuat usaha bersama, yaitu membuat rumah. Dalam contoh ini, yang dicampurkan adalah ‘ayn dengan ‘ayn. Tukang kayu menyumbangkan keahlian perkayuannya (jasa – ‘ayn), dan tukang batu menyumbangkan keahlian membangunnya (jasa- ‘ayn). Bentuk percampuran ini disebut syirkah ‘abdan.
2. Percampuran ‘Ayn dengan Dayn
Percampuran antara ‘ayn dengan dayn dapat mengambil beberapa bentuk, diantaranya:
a. Syirkah Mudharabah
Dalam kasus ini uang dicampurkan dengan jasa/ keahlian. Kasus ini terjadi ketika seorang pemilik modal (A) yang bertindak sebagai penyandang dana, memberikan sejumlah dana tertentu untuk dipakai sebagai modal usaha kepada seseorang yang memiliki kecakapan untuk bisnis (B). dalam kasus ini, A memberikan dayn (uang), sementara B memberikan ‘ayn (jasa/ keahlian).
b. Syirkah Wuju
Dalam syirkah ini terjadi percampuran antara ‘ayn dengan dayn. Dalam syirkah ini, seseorang penyandang dana tertentu untuk dipakai sebagai modal usaha, dan B menyumbangkan reputasi /nama baiknya.
3. Percampuran Dayn dengan Dayn
Percampuran antara dayn dengan dayn dapat mengambil beberapa bentuk pula .Bila terjadi percampuran antara uang dengan uang dalam jumlah yang sama (Rp X dengan Rp X), hal ini disebut syirkah mufawadhah. Namun bila jumlah uang yang dicampurkan berbeda (Rp X dengan Rp Y), hal ini disebut syirkah ’inan. Percampuran dayn dengan dayn dapat juga berupa kombinasi antar surat berharga, misalkan saham PT X digabungkan dengan saham PT Y, dan lain-lain.
Matriks Percampuran
Object Time
Now for now Now for deferred Deferred for defered
‘Ayn for ‘ayn Boleh Tidak boleh Tidak boleh
‘Ayn for dayn Boleh Tidak boleh Tidak boleh
Dayn for dayn Boleh Tidak boleh Tidak boleh
Semua transaksi percampuran tangguh searah diharamkan (dua kolom paling kanan). Yang dibolehkan hanyalah percampuran yang dilaksanakan secara tunai. Percampuran yang halal ini terdapat pada kolom kedua.

C. BAI’ AL-DAYN (JUAL BELI HUTANG)
Bai’ al-dayn atau bai’ nasiah bi nasiah atau Nabi SAW sering menyebutnya bai’ kaly bi kaly adalah menjual hutang dengan hutang, membeli barang dengan hutang dan uangnya juga hasil hutang . Bai’ al-dayn adalah akad penyediaan pembiayaan untuk jual-beli barang dengan menerbitkan surat hutang dagang atau surat berharga lain berdasarkan harga yang telah disepakati terlebih dahulu. Pembiayaan ini bersifat jangka pendek (kurang dari satu tahun) dan hanya mencakup surat-surat berharga yang memiliki nilai rating investasi yang baik .
Bai’ al-dayn merujuk kepada pembiayaan hhutang. Di dalam prinsip ini pembiayaan dibuat berdasarkan jual beli dokumen perdagangan dan pembiayaan digunakan bagi tujuan pengeluaran, perdagangan dan perkhidmatan. Keputusan DPS pada awal operasinya bank syariah berdasarkan keadaan darurat dimana bank syariah masih sebagai pemain tunggal, baik syariah diijinkan dengan memanfaatkan excess (kelebihan) atau idle fund dengan menggunakan perangkat al-dayn . Ketentuan-ketentuan al-dayn adalah:
1. Nasabah yang telah menerima fasilitas jual beli dari bank syariah akan mengeluarkan surat hutang (promissory note), sementara bank syariah sendiri tidak dapat menerbitkan surat hutang, maka promissory note (surat hhutang) di endorse dan menjadi underlying transaction untuk menerima dari bank konvensional.
2. Adapun kompensasi dalam penempatan dana (placing) dan penerimaan dana (talking) masih mengacu pada hitungan yang ditetapkan oleh pihak countetpart (bank konvensional), dimana bank syariah(pada waktu itu) harus mengoptimalkan kelebihan dananya dan masuk sebagai pandatang baru dengan sistem yang belum dikenal oleh bank konvensional.
Di BMI (Bank Muamalat Indonesia) dan seluruh perbankan syariah di Indonesia tidak mempunyai produk bai’ al-dayn. Karena nabi Muhammad SAW melarangnya berdasarkan haditsnya Ibnu Umar Rodiaullah Anhu :
ﺃﻦ ﺍﻠﻧﺒﻲ ﺼﻠﻰﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻧﻬﻰ ﻋﻦ ﺒﻴﻊ ﺍﻠﻜﺎﻠﺊ ﺒﺎﻠﻜﺎﻠﺊ
Artinya: Bahwasanya Nabi SAW melarang menjual hutang dengan hutang.
Selain itu juga menurut Ibnu Taimiyah, bai’ aldayn itu tidak ada manfaatnya, itu akan mengakibatkan riba. Dan ada dalam suatu hadits bai’ aldayn juga dapat menyebabkan rusaknya ibadah haji, bahkan ibadah jihad.
Manjual hhutang dengan hhutang memiliki aplikasi yang bermacam-macam. Hutang yang dijual itu tidak lepas dari keberadaannya sebagai pembayaran yang ditangguhkan, barang dagangan tertentu yang diserahkan secara tertunda, atau barang dagangan yang kriterianya disebutkan diawal dan akan diserahkan juga secara tertunda. Bentuk-bentuk bai’ aldayn, diantaranya :
1. Menjual harga yang ditangguhkan dengan pembayaran yang ditangguhkan juga.
Diantaranya adalah menggugurkan apa yang ada pada tanggungan orang yang berhhutang dengan jaminan nilai tertentu yang pengambilannya ditangguhkan dari waktu pengguran. Itu adalah bentuk yang disebut silakan tangguhkan pembayaran hhutangmu, tapi tambah jumlahnya. Itu merupakan bentuk riba yang paling jelas dan paling jelek sekali.
2. Menjual harga yang ditangguhkan dengan barang dagangan tertentu yang juga diserahterimakan secara tertunda.
Bentuk aplikasinya adalah bila seorang menjual pihutangnya kepada orang yang punya hutang dengan barang dagangan tertentu (mobil misalnya) yang akan diterimanya secara tertunda.
3. Menjual harga yang ditangguhkan dengan barang yang digambarkan kriterianya dan diterima secara tertunda.
Bentuk aplikasinya adalah seorang memiliki pihutang atas seorang secara tertunda, lalu ia membeli dari dari orang yang dihhutanginya barang yang digambarkan kriterianya (beras misalnya) dan diterima secara tertunda pula. Ini termasuk jual beli salam. Tapi, kalau orang yang berhhutangnya tidak mau menyegerakan pembayaran hutangnya yang menjadi tanggungannya dan dijadikan sebagai pembayaran as-salam, maka bentuk aplikasi jual beli ini tidak sah, karena salah satu jual beli as-salam tidak terpenuhi, yaitu penyegeraan pembayaran modl barang.
4. Menjual barang yang disebutkan kriterianya secara tertunda dengan barang yang disebutkan kriterianya secara tertunda pula.
Bentuk aplikasinya adalah seorang menjual sejumlah mobil yang digambarkan kriterianya dan diserahkan secara tertunda dengan sejumlah freezer yang digambarkan kriterianya dan diserahkan secara tertunda pula. Bentuk aplikasi jual beli ini ada dua kemungkinan, yaitu:
a. Dilaksanakan transaksinya seperti jual beli as-salam. Bila demikian, maka tidak boleh, karena salah satu dari jual beli as-salam tidak terpenuhi, yakni pembayaran uang dimuka.
b. Dilakukan akad dengan bentuk seprti kontrak, dalam hal ini tampaknya tidak ada masalah bagi mereka yang berpendapat bahwa kontrak adalah bentuk akad jual beli tersendiri, tidak ada persyaratan harus ada panjar dilokasi transaksi.

BAB III
KESIMPULAN




Perangkat yang digunakan dalam mengelola likuiditas pada saat bank syariah sebagai pemain tunggal, pada mulanya digunakan SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) mudarabah dan bai’ aldayn. Karena berkembangnya bank syariah maka otoritas moneter menyediakan perangkat pengganti dalam mengelola likuiditas, yaitu Pasar Uang Antar bank Syariah (PUAS), dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
Konsep al-dayn tidak digunakan oleh bank-bank Islam di Timur Tengah, oleh karena pendapat ulama setempat yang berprinsip bahwa bai’ aldayn adalah jual beli hutang yang tidak diperbolehkan. Dan menurut Ibnu Taimiyah bai’ aldayn itu tidak ada manfaatnya, karena transaksi ini hanya bisa dilakukan dalam dunia maya, dan ini akan menimbulkan keharaman.


DAFTAR PUSTAKA



Antonio, M. Syafi’i.“Bank Syariah dari Teori ke Praktik”. Jakarta: Tazkia Cendekia. 2001.
ash- Shawi, Shalah dan al-Mushil, Abdullah “Fikih Ekonomi Keuangan Islam” Jakarta: Darul Haq, 2008
Agustianto. (Narasumber klinik syariah BMI), penulis melakukan observasi dengan teknik wawancara di BMI, mengenai bai’ al-dayn. Tanggal 27 Oktober 2008.
Karim, Adiwarman A. “ Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan”. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi”. Yogyakarta: Ekonisia, 2007
Jaharuddin.blogspot.com
http://omperi.wikidot.com/kamus-perbankan-syariah