Jumat, 28 November 2008

PPh Pasal 22

BAB I

PENDAHULUAN

Semenjak otonomi daerah dicanangkan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang kemudian diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 35 Tahun 2004. Iklim regulasi di Indonesia mengalami perubahan besar.

UU Nomor 22/ 1999 dan UU Nomor 25/ 1999 memberikan kewenangan hukum dan administrasi kepada kabupaten dan kota sebagaimana Pasal 1 1 (2) menentukan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengadministrasikan perdagangan dan industri. Karena itu berhak mengenakan regulasi dan perizinan usaha. Akan tetapi pemda tidak siap untuk mengemban fungsi baru itu. Dalam tahun pertama desentralisasi, pemda telah mengeluarkan ratusan peraturan daerah yang menerapkan pengenaan pajak, retribusi, dan pungutan lainnya

BAB II

PEMBAHASAN

  1. PEMUNGUT PPH PASAL 22

Pada pasal 22 UU No. 17 tahun 2000 memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk mengatur siapa aja yang diberi wewenang untuk memungut pajak penghasilan pasal 22. Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 236/KMK.03/2003 tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.03/2002 tentang Penunjukan Pemungutan Pajak Penghasilan pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporannya sebagai berikut:

  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
  2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
  3. BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja Negara (APBN) dan/atau belanja daerah;
  4. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
  5. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya;
  6. BI, BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
  7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak atas pembelian bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
  1. KEGIATAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 22

Pajak penghasilan pasal 22 ini dibedakan berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang dikenakan pajak penghasilan pasal 22 tersebut adalah:

  1. Kegiatan impor barang
  2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat pusat atau daerah
  3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD, yang dananya bersumber dari APBN dan atau APBD
  4. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BI, BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
  5. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang di lakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
  6. Penjualan hasil produksi oleh pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas;
  7. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan Industri atau ekspor yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.

  1. DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUT PPH PASAL 22

Dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 menurut KMK No. 236/KMK.03/2003 adalah sebagai berikut:

  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB)
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh Ditjen BC, antara lain:

a. Barang perwakilan negara asing atau beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan timbal balik

b. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan

c. Barang untuk keprluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

d. Peti atau kemasan yang berisi jenazah atau abu jenazah

e. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semcam itu yang terbuka untuk umum.

f. Barang yang di impor oleh pemrintah pusat atau pemerintah daerah yang ditunjukan untuk kepentingan umum. Dan lain sebagainya.

  1. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali
  2. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
  3. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
  4. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB
  5. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
  6. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
  7. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog

  1. PPH PASAL 22 ATAS KEGIATAN IMPOR
  1. Obyek PPh pasal 22 Impor

Obyek PPh pasal 22 impor adalah kegiatan impor barang

  1. Pemungut PPh pasal 22 Impor

Pemungut PPh pasal 22 impor menurut UU No. 17 tahun 2000 adalah Bank Devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai.

  1. Dasar Pemungutan atau Perhitungan PPh pasal 22 Impor

Wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 22 adalah importir yaitu para pengusaha yang dalam usahanya memasukan barang-barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia. Dasar pemungutan atau perhitungannya adalah Nilai Impor Barang dan Harga Jual Lelang. Yang dimaksud dengan nilai impor yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu cost, insurance, and freihgt atau cost and freight.

  1. Tarif PPh pasal 22 Impor

Besarnya tarif pungutan PPh pasal 22 sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.392/KMK.03/2001 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.03/2001 tanggal 14 Juli 2001 adalah sebagai berikut:

  1. 2,5 % dari nilai impor jika impor menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
  2. 7,5 % dari nilai impor tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
  3. 7,5 % dari harga jual lelang
  1. Sifat pemungutan PPh pasal 22 Impor

Sifat pemungutan PPh pasal 22 Impor yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai dan Bank Devisa ini adalah tidak bersifat final ini artinya PPh yang dipungut tersebut dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak atas pajak yang terutang pada akhir tahun.

  1. Saat terutang dan pelunasan atau pemungutan PPh pasal 22 Impor

Atas impor yang dilakukan importir saat tertutangnya dan pelunasannya dilakukan sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk. Jika bea masuk ditunda atau dibebaskan pembayarannya, maka PPh pasal 22 terutang dilunasi pada saat penyelesaian dokumen PEMBERITAHUAN IMPOR UNTUK DIPAKAI (PIUD)

  1. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh pasal 22
  1. Pelunasan PPh pasal 22 yang disetor oleh importir ke Bank Devisa, dengan menggunakan formulir surat setoran pajak yang berfungsi sebagai bukti pungutan pajak.
  2. PPh pasal 22 impor dipungut dan disetor secara kolektif dengan menggunakan formulir surat setoran pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai jika impor dilakukan tanpa menggunakan Laporan Kebenaran Pemeriksaan. Bukti pemungutan harus dibuat oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai dalam rangkap tiga yang terdiri dari:

- Lembar pertama untuk pembeli

- Lembar kedua untuk Direktorat Jendral Pajak sebagai lampiran laporan bulanan

- Lembar ketiga untuk arsip pemungut pajak yang bersangkutan.

  1. PPH PASAL BENDAHARAWAN

Setiap aktivitas penjualan atau penyerahan barang kepada suatu instansi pemrintah, BUMN atau BUMD dikenakan pemungutan PPH pasal 22 oleh Bendaharawan. Bagi pemasok, besarnya pungutan yang dilakukan oleh bendaharawan tersebut merupakan kredit pajak yang dikurangkan terhadap pajak penghasilan yang terutang.

  1. Obyek PPh pasal 22 Bendaharawan

Obyek PPh pasal 22 Bendaharawan adalah penjualan hasil produksi atau penyerahan barang.

  1. Pemotongan PPh pasal 22 Bendaharawan

Pemotongan PPh pasal 22 Bendaharawan atas kegiatan pembelian barang yang dipotong PPh pasal 22 adalah :

  1. Bank Devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai, atas impor barang
  2. Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik tingkat Pemerintah Pusat maupun daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
  3. BUMN dan BUMD yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dengan dana yang bersumber dari APBN dan atau APBD
  4. BI, BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN.
  1. Dasar Pemungutan atau Perhitungan PPh pasal 22 Bendaharawan

Dasar Pemungutan atau Perhitungan PPh pasal 22 Bendaharawan ini adalah harga pembelian. Yang dimaksud dengan harga pembelian adalah jumlah harga faktur. Untuk menghindari pengenaan pajak berganda, apabila barang yang dibeli merupakan Barang Kena Pajak (BKP) yang didalamnya mengandung unsure PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), maka untuk menghitung PPh pasal 22 nilai PPN dan PPnBM tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu.

  1. Tarif PPh pasal 22 Bendaharawan

Tarif pemungutan PPh pasal 22 Bendaharawan adalah 1,5 % dari harga pembelian barang.

  1. Sifat Pemungutan PPh pasal 22 Bendaharawan

Sifat Pemungutan PPh pasal 22 atas pembelian barang yang dipotong oleh pemotong PPh pasal 22 Bendaharawan bersifat tidak final, artinya dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak terhutang pada akhir tahun.

  1. Waktu Terutang dan Pelunasan atau Pemungutan PPh pasal 22 Bendaharwan

PPh pasal 22 Bendaharawan ini terutang pada saat dilakukannya pembayaran atau penyerahan barang yang dibeli.

  1. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 22 Bendaharawan

Pemungut PPh pasal 22 Bendahrawan harus menyetorkan hasil pemotongan PPh pasal 22 berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dibiayai APBN atau APBD, ka kantor pos dan giro atau bank-bank persepi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan, yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Hasil pemungutan PPh pasal 22 ini, harus dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah masa pajak berakhir.

  1. PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI ATAU PENYERAHAN BARANG UNTUK BADAN USAHA YANG BERGERAK DIBIDANG TERTENTU

Besarnya tarif PPh pasal 22 dan dasar pengenaan PPh pasal 22 untuk badan-bdan tertentu, badan-badan tertentu adalah sebagai berikut:

a. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri

b. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya

c. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak atas pembelian bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul

  1. PPh Pasal 22 Badan Usaha yang Bergerak di Bidang Industri Semen
  1. Objek PPh pasal 22

Objek PPh pasal 22 ini adalah penjualan hasil produksi industri semen di dalam negeri.

  1. Pemungut PPh pasal 22

Pemungut PPh pasal 22 ini adalah Badan Usaha yang bergerak dibidang industri semen atas penjualan industri semen di dalam negeri.

  1. Dasar Pemungutan/Perhitungan

Dasar pemungutan adalah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

  1. Tarif PPh pasal 22

Tarif pajak atas penjualan semen di dalam negeri ditetapkan sebesar 0.25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN dan bersifat tidak final.

  1. Penghitungan PPh pasal 22

Penghitungan besarnya PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang yang dilakukan oleh industri semen adalah

PPh pasal 22 = 0,25% x DPP PPN

  1. Saat Terutang PPh pasal 22

PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen terutang pada saat pembayaran.

  1. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 22

Pemungut pajak PPh pasal 22 menyetorkan PPh pasal 22 yang dipungut paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan surat setoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Pemungut PPh pasal 22 wajib menyampaikanlaporan mengenai PPh pasal 22 yang telah dipungut dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak ditempat kedudukan pemungutan pajak, paling lambat 20 hari setelah masa PPh pasal 22 yang dilampiri bukti pemungutan PPh pasal 22 dan lembar ketiga surat setoran pajak.

  1. PPh pasal 22 Badan Usaha yang Bergerak di Bidang Industri Roko

a. Objek PPh pasal 22

Objek PPh pasal 22 ini adalah penjualan hasil produksi industri rook di dalam negeri.

b. Pemungut PPh pasal 22

Pemungut PPh pasal 22 ini adalah Badan Usaha yang bergerak dibidang industri roko

c. Dasar Pemungutan/Perhitungan

Dasar pemungutan adalah harga bandrol.

d. Tarif PPh pasal 22

Tarif pajak atas penjualan roko di dalam negeri ditetapkan sebesar 0.15% dari harga bandrol dan bersifat final.

e. Penghitungan PPh pasal 22

Penghitungan besarnya PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri roko di dalam negeri adalah

PPh pasal 22 = 0,15% x harga bandrol

f. Dikecualikan dari pemungut PPh pasal 22

Dikecualikan dari pemungut PPh pasal 22 adalah badan usaha yang bergerak dibidang industri roko yang tergolong pengusaha hasil tembako golongan kecil sekali sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 89/KMK.05/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 384/KMK.04/2001

g. Saat Terutang PPh pasal 22

PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri rokok terutang pada saat pembayaran.

h. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 22

Pemungut pajak PPh pasal 22 menyetorkan PPh pasal 22 yang dipungut paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan surat setoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Pemungut PPh pasal 22 wajib menyampaikan laporan mengenai PPh pasal 22 yang telah dipungut dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak ditempat kedudukan pemungutan pajak, paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh pasal 22 yang dilampiri bukti pemungutan PPh pasal 22 final dan lembar ketiga surat setoran pajak, dan apabila ada lembar kedua Nota Retur atas pengembalian (retur) yang dilakukan setelah Masa Pajak terjadinya penjualan.

  1. PPh Pasal 22 Badan Usaha yang Bergerak di Bidang Industri Kertas

a. Objek PPh pasal 22

Objek PPh pasal 22 ini adalah penjualan hasil produksi industri kertas di dalam negeri.

b. Pemungut PPh pasal 22

Pemungut PPh pasal 22 ini adalah Badan Usaha yang bergerak dibidang industri kertas atas penjualan industri kertas di dalam negeri.

c. Dasar Pemungutan/Perhitungan

Dasar pemungutan adalah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

d. Tarif PPh pasal 22

Tarif pajak atas penjualan semen di dalam negeri ditetapkan sebesar 0.1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN dan bersifat tidak final.

e. Penghitungan PPh pasal 22

Penghitungan besarnya PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang yang dilakukan oleh industri kertas adalah

PPh pasal 22 = 0,1% x DPP PPN

f. Saat Terutang PPh pasal 22

PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri kertas terutang pada saat pembayaran.

g. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 22

Pemungut pajak PPh pasal 22 menyetorkan PPh pasal 22 yang dipungut paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan surat setoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Pemungut PPh pasal 22 wajib menyampaikan laporan mengenai PPh pasal 22 yang telah dipungut dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak ditempat kedudukan pemungutan pajak, paling lambat 20 hari setelah masa PPh pasal 22 yang dilampiri bukti pemungutan PPh pasal 22 dan lembar ketiga surat setoran pajak.

  1. PPh Pasal 22 Badan Usaha yang Bergerak di Bidang Industri Baja

a. Objek PPh pasal 22

Objek PPh pasal 22 ini adalah penjualan hasil produksi industri baja di dalam negeri.

b. Pemungut PPh pasal 22

Pemungut PPh pasal 22 ini adalah Badan Usaha yang bergerak dibidang industri baja atas penjualan industri baja di dalam negeri.

c. Dasar Pemungutan/Perhitungan

Dasar pemungutan adalah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

d. Tarif PPh pasal 22

Tarif pajak atas penjualan baja di dalam negeri ditetapkan sebesar 0.2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN dan bersifat final.

e. Penghitungan PPh pasal 22

Penghitungan besarnya PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang yang dilakukan oleh industri baja adalah

PPh pasal 22 = 0,2% x DPP PPN

f. Saat Terutang PPh pasal 22

PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri baja terutang pada saat pembayaran.

g. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 22

Pemungut pajak PPh pasal 22 menyetorkan PPh pasal 22 yang dipungut paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan surat setoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Pemungut PPh pasal 22 wajib menyampaikanlaporan mengenai PPh pasal 22 yang telah dipungut dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak ditempat kedudukan pemungutan pajak, paling lambat 20 hari setelah masa PPh pasal 22 yang dilampiri bukti pemungutan PPh pasal 22 dan lembar ketiga surat setoran pajak.

  1. PPh Pasal 22 Badan Usaha yang Bergerak di Bidang Industri Otomotif

a. Objek PPh pasal 22

Objek PPh pasal 22 ini adalah penjualan hasil produksi industri otomotif di dalam negeri.

b. Pemungut PPh pasal 22

Pemungut PPh pasal 22 ini adalah Badan Usaha yang bergerak dibidang industri otomotif

c. Dasar Pemungutan/Perhitungan

Dasar pemungutan adalah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

d. Tarif PPh pasal 22

Tarif pajak atas penjualan otomotif di dalam negeri ditetapkan sebesar 0.45% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN dan bersifat tidak final.

e. Penghitungan PPh pasal 22

Penghitungan besarnya PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang yang dilakukan oleh industri otomotif adalah

PPh pasal 22 = 0,45% x DPP PPN

f. Saat Terutang PPh pasal 22

PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen terutang pada saat pembayaran.

g. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 22

Pemungut pajak PPh pasal 22 menyetorkan PPh pasal 22 yang dipungut paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan surat setoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Pemungut PPh pasal 22 wajib menyampaikanlaporan mengenai PPh pasal 22 yang telah dipungut dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak ditempat kedudukan pemungutan pajak, paling lambat 20 hari setelah masa PPh pasal 22 yang dilampiri bukti pemungutan PPh pasal 22 dan lembar ketiga surat setoran pajak.

  1. PPh Pasal 22 untuk Pertamina dan Badan Usaha Selain Pertamina yang Bergerak di Bidang Bahan Bakar Minyak Jenis Premix, SuperTT dan Gas yang di Tunjuk Sebagai Pemungut PPh pasal 22

a. Tarif PPh pasal 22

Besarnya pungutan PPh pasal 22 yang harus dipotong oleh Pertamina, dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, SuperTT, dan gas adalah

SBPU Swastanisasi

SBPU Pertamina

Solar

0,3 % dari penjualan

0,25 dari penjualan

Premix/SuperTT

0,3 % dari penjualan

0,25 dari penjualan

Minyak tanah

_

0,3 dari penjualan

Gas LPG

­_

0,3 dari penjualan

Pelumas

­_

0,3 dari penjualan

b. Sifat Pemungutan PPh pasal 22

Sifat pemungut PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan usaha lain yang sejenis kepada penyalur atau agen bersifat final. Sedangkan PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan usaha lain yang sejenis kepada pembeli lainnya (pabrik) bersifat tidak final.

c. Saat Terutang PPh pasal 22

PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi bahan bakar minyak jenis premix, superTT, dan gas terutang pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order)

  1. PPh Pasal 22 atas Pembelian Barang atau Bahan untuk Keperluan Industri Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, oleh Industri dan Eksportir Tersebut

a. Objek PPh pasal 22

Objek PPh pasal 22 ini adalah pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul oleh industri atau eksportir yang bergerak dalam sector perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.

b. Pemungut PPh pasal 22

Pemungut PPh pasal 22 ini adalah industri atau eksportir yang bergerak dalam sector perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan atas pembelian bahan-bahan utuk keperluan industri atau ekspor merdeka dari pedagang pengumpul.

c. Dasar Pemungutan/Perhitungan

Dasar pemungutan adalah harga pembelian tidak termasuk PPN

d. Tarif PPh pasal 22

Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor ditetapkan sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN (Keputusan Direktur Jendral Pajak No. KEP-25/PJ/2003 ditetapkan pada tanggal 31 Januari 2003 dan berlaku surut sejak tanggal 2 Januari 2003).

e. Penghitungan PPh pasal 22

Penghitungan besarnya PPh pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, pertanian, dan perikanan adalah

PPh pasal 22 = 0,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN

f. Saat Terutang PPh pasal 22

PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi kertas terutang pada saat pembelian.

g. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 22

Pemungut pajak PPh pasal 22 oleh pemungut dilakukan secara kolektif dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP). Pemungut PPh pasal 22 wajib menyetorkan PPh pasal 22 paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan surat setoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Pemungut PPh pasal 22 wajib menyampaikan laporan mengenai PPh pasal 22 yang telah dipungut dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak ditempat kedudukan pemungutan pajak, paling lambat 20 hari setelah masa PPh pasal 22 yang dilampiri bukti pemungutan PPh pasal 22 dan lembar ketiga surat setoran pajak.

BAB III

KESIMPULAN

PPh pasal 22 merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:

1. Bendaharawan pemerintah baik pusat atau daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang.

2. Badan-badan tertentu, baik badan pemrintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo, R Santoso, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT Eresco, 1995

Mardiasmo, Perpajakan, Yogyakarta: Andi, 2006

Tjahjono, Achmad dan Husen, Muhammad Fakhri, Perpajakan, Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN

http://www.pajak.net/info/PPh22.htm#1

http://www.kanwilpajakkhusus.depkeu.go.id/penyuluhan/pph/pph22.htm

Selasa, 25 November 2008

PERAN BANK DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Perbankan, salah satu sektor yang diharapkan berperan aktif dalam menunjang kegiatan pembangunan nasional atau regional. Peran itu diwujudkan dalam fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi atau institusi perantara antara debitor dan kreditor. Dengan demikian, pelaku ekonomi yang membutuhkan dana untuk menunjang kegiatannya dapat terpenuhi dan kemudian roda perekonomian bergerak.

Sementara itu, kemampuan permodalan perbankan Indonesia saat ini mengindikasikan pertumbuhan kredit yang relatif tinggi sulit dicapai bila tidak memperbaiki permodalannya. Selain hambatan dalam permodalan, penyaluran kredit dalam banyak hal terhambat oleh keengganan sebagian bank menyalurkan karena kemampuan manajemen risiko dan core banking skills yang belum baik serta biaya operasional tinggi.

Tantangan berikutnya adalah ada struktur perbankan yang belum optimal dan seimbang. Hal itu ditandai oleh struktur perbankan yang hanya terkonsentrasi pada 11 bank besar yang menguasai 75% aset perbankan Indonesia. Tantangan ketiga adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan perbankan yang dinilai masih kurang. Itu ditandai oleh keluhan yang sering terdengar mengenai akses yang kurang terhadap kredit, suku bunga kredit tinggi, serta masih banyak praktik penyediaan jasa keuangan informal[1].

Agenda berikutnya adalah memperbaiki fungsi pengawasan bank karena masih terdapat beberapa prinsip prudensial yang masih belum diterapkan secara baik, koordinasi pengawasan yang masih perlu ditingkatkan, kemampuan SDM pengawasan belum optimal, dan pelaksanaan law enforcement pengawasan belum efektif. Secara keseluruhan, upaya peningkatan kapabilitas pengawasan sejalan dengan usaha BI menerapkan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision, termasuk meningkatkan sarana teknologi pengawasan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BANK

Dalam kehidupan sehari-hari hampir setiap orang tahu apa yang disebut bank, dan orang dapat menunjukkan mana bank dan mana bukan bank. Di sini kita kutip pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian bank[2]:

  1. Pierson, ahli ekonomi Belanda, menyatakan: bank adalah badan yang menerima kredit ; maksudnya adalah badan yang menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito berjangka dan tabungan.
  2. Somary, seorang bankir, menyatakan: bank adalah badan yang aktif memberikan kredit kepada nasabah, baik dalam bentuk kredit berjangka pendek, berjangka menengah dan panjang.
  3. G.M. Verrijn Stuart, menyatakan bahwa: bank adalah badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembeyarannya sendiri maupun yang diperoleh dari orang lain, atau dengan jalan mengeluarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.
  4. Peraturan Pemerintah No.1 tahun 1965

Bank yaitu semua perusahaan dan badan-badan, tidak memandang bentuk hukumnya secara terang-terangan menawarkan diri atau untuk sebagian besar melakukan usaha-usaha guna menerima uang dalam deposito atau dalam rekening koran dan juga mengadakan usaha-usaha untuk memberikan kredit atas tanggungan sendiri.

  1. Undang-undang Pokok Perbankan No.14 tahun 1967

Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

  1. Undang-undang No. 10 tahun 1998

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kemasyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya adalah[3]:

  1. Menghimpun dana (funding) dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dalam hal ini bank sebagai tempat penyimpanan uang atau berinvestasi bagi masyarakat. Secara umum jenis simpanan yang ada di bank adalah terdiri dari simpanan giro, (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit), dan simpanan deposito (time deposit)
  2. Menyalurkan dana (lending) kemasyarkat, dalam hal ini bank menyalurkan pinjaman (kredit) kepada masyarakat. Jenis kredit yang biasa diberikan oleh hamper semua bank adalah seperti kredit investasi, kredit modal kerja, atau kredit perdagangan.
  3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services) seperti pengiriman uang (transper), penagihan surat-surat yang berasal dari dalam kota (clearning), peagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota dan luar negeri (inkaso), later of credit (L/C), safe deposit box, bank garansi, dan jasa lainnya.

B. SEJARAH BANK DAN PERKEMBANGNNYA

Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pada masa itu terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda. bank-bank yang ada itu antara lain:

  1. De Javasce NV.
  2. De Post Poar Bank
  3. De Algemenevolks Crediet Bank
  4. Nederland Handles Maatscappi (NHM).
  5. Nationale Handles Bank (NHB).
  6. De Escompto Bank NV

Disamping itu, terdapat pula bank-bank milik pribumi, Cina, Jepang dan Eropa lainnya. Bank-bank tersebut antara lain:

1. Bank Nasional indonesia.

2. Bank Abuan Saudagar

3. NV Bank Boemi

4. The Chartered Bank of India

5. The Yokohama Species Bank

6. The Matsui Bank

7. The Bank of China

8. Batavia Bank.

Dizaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda di nasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain:

  1. Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI '46.
  2. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dar De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
  3. Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo
  4. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
  5. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
  6. Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
  7. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
  8. Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.
  9. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.

Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syari'ah, dan juga BPR Syari'ah (BPRS). Masing-masing bentuk lembaga bank tersebut berbeda karakteristik dan fungsinya.

Seperti diketahu bahwa Indonesia mengenal dunia perbankan dari bekas penjajahnya, yaitu Belanda. Oleh karena itu, sejarah perbankanpun tidak lepas dari pengaruh negara yang menjajahnya baik untuk bank pemerintah maupun bank swasta nasional. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat sejarah bank-bank milik pemerintah, yaitu:

  1. Bank Sentral.

Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang di nasionalkan di tahun 1951

  1. Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor.

Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor impor (exim), dipisahkan lagi menjadi:

a. Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU No 21 Tahun 1968.

b. Yang membidangi Exim dengan UU No 22 Tahun 1968 menjadi Bank Expor Impor Indonesia.

  1. Bank Negara Indonesia 1946 (BNI '46).

Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia '46.

  1. Bank Dagang Negara(BDN).

BDN berasal dari Escompto Bank yang di nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP (Peraturan Pemerintah) ini dicabut dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yangberada diluar Bank Negara Indonesia Unit.

  1. Bank Bumi Daya (BBD).

BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya

  1. Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo).
  2. Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962.

  1. Bank Tabungan Negara (BTN).

BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No 20 Tahun 1968.

  1. Bank Mandiri.

Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Ban Exim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999.

C. OPERASIONAL BANK

Bank umum kegiatan usahanya menghimpun dana masyarakat dapat menyelenggarakan rekening giro (demand deposit). Artinya fungsi setoran dari bank timbul jika nasabah bank menyetorkan uang tunai dan atau cek-cek ke bank itu. Semakin banyak nasabah bank melakukan setoran, semakin besar persediaan uang yang dimiliki oleh bank tersebut. Persediaan uang tersebut dalam jumlah tertentu dapat digunakan oleh bank untuk memberikan pinjaman kepada nasabah atau masyarakat yang membutuhkan. Bank menggunakan cara sebagai berikut:

  1. Nasabah membawa uangnya dan menitipkan kepada bank umum sebagai giro
  2. Nasabah menyerahkan cek yang ditarik kepada bank umum lainnya atau mungkin juga cek dari bank itu sendiri.
  3. Nasabah memperoleh pinjaman dari bank umum dan kemudian menyimpannya dalam bentuk giro.

Bank umum merupakan penghimpun dana masyarakat (nasabah) dengan tujuan agar para nasabah dapat dengan mudah menarik uangnya kembali untuk kegiatan transaksi bisnisnya. Bank juga berfungsi untuk menyediakan dana bagi masyarakat yang membutuhkan. Masing-masing bank umum dalam menghimpun dana dari masyarakat dan akan diciptakan dalam bentuk uang giral, tergantung dari besar kecilnya saldo dari kas wajib yang ditetapkan oleh bank sentral dan frekuensi peredaran.

D. PENTINGNYA BANK DI MASYARAKAT

Perbankan sangat penting dalam kehidupan masyarakat karena perbankan melancarkan pertukaran barang dan jasa; menghimpun dan penyalur dana masyarakat; memberikan informasi dan pengetahuan; memberi penjaminan dan menciptakan dan memberi likuiditas.

Bank sebagai lembaga keuangan berperan sebagai perantara keuangan masyarakat antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Bank menerima simpanan masyarakat dalam bentuk giro, deposito dan tabungan kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Bank sangat penting dalam masyarakat dikarenakan bank memiliki fungsi yang sangat lekat dengan kehidupan bermasyarakat yaitu sebagai:

1. Lembaga yang menghimpun dana-dana masyarakat

2. Lembaga yang menyalurkan dana dari masyarakat dalam bentuk kredit

3. Lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran uang.

4. Memperlancar mekanisme pembayaran

5. Berkaitan dengan pemberian fasilitas atau kemudahan mengenai aliran dana dari yang kelebihan kepada yang membutuhkan dana

E. PERANAN BANK DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Peranan Perbankan dalam Perekonomian Nasional, menghadapi krisis kepercayaan, upaya yang ditempuh oleh Pemerintah dan Bank Indonesia pada waktu itu adalah bagaimana menata kembali kinerja perbankan nasional melalui berbagai upaya restrukturisasi dan penyehatan

Negara Kita bersyukur bahwa kita telah dapat melalui tahapan tersebut dengan baik. Program restrukturisasi perbankan yang telah dicanangkan sejak tahun 1998, pada tahun 2003 lalu telah menunjukkan hasil yang positif. Kondisi kesehatan perbankan pun mulai membaik. Perkembangan ini terutama dapat kita lihat pada menguatnya struktur permodalan, menurunnya jumlah kredit bermasalah, dan meningkatnya profitabilitas. Mulai tahun 2004 ini, kita juga telah menyusun sebuah rencana tindak di bidang restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan dan stabilisasi ekonomi makro yang kita kenal dengan White Paper

Posisi perbankan sendiri di dalam perekonomian bangsa sangatlah strategis. Kontribusi perbankan dalam industri keuangan juga sangat signifikan. Dari data yang ada pada kami total aset perbankan nasional mencapai Rp.1.142 T atau 90 % dari seluruh asset industri keuangan, diluar pasar modal (saham dan obligasi). Total asset perusahaan pembiayaan masih sekitar Rp47,2 T, omzet Perum Pegadaian baru mencapai Rp.8.8 T, sedangkan portfolio reksadana walaupun berkembang pesat juga baru sekitar Rp.69.5 T.

Pentingnya peranan bank dalam perekonomian dan besarnya tingkat kepercayaan masyarakat yang harus dijaga dalam industri ini menyebabkan perbankan menjadi industri yang paling banyak dan ketat diatur (heavily regulated). Setiap ketentuan yang dibuat di industri perbankan pada akhirnya akan bermuara pada satu tujuan, yakni menghasilkan sistem perbankan yang sehat, kuat dan stabil. Dengan demikian bank dapat menjalankan fungsi financial intermediary dengan optimal

Untuk mencapai tujuan ini, disamping melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap perbankan secara konsisten, Bank Indonesia sejak awal tahun ini juga menentukan arah hendak kemana perbankan kita menuju. Arah itu tertuang dalam apa yang dinamakan Arsitektur Perbankan Indonesia(API). API adalah suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk dan tatanan bagi industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Dengan kata lain, API adalah sebuah direction bagi perbankan dan juga bagi masyarakat dalam melihat posisi perbankan kita di masa depan. Untuk mempermudah pencapaian visinya ditetapkan sasaran yang ingin dicapai[4]:

  1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan
  2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.
  3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
  4. Menciptakan tata kelola yang baik (good corporate governance) dalam memperkuat kondisi internal perbankan nasional
  5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung industri perbankan yang sehat.
  6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.

Enam pilar tersebut diperlukan untuk mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih kukuh dalam menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi beberapa tahun ini. Beberapa tantangan tersebut antara lain kapasitas pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam lima tahun ke depan perlu pertumbuhan kredit perbankan yang besar

Sementara itu, kemampuan permodalan perbankan Indonesia saat ini mengindikasikan pertumbuhan kredit yang relatif tinggi sulit dicapai bila tidak memperbaiki permodalannya. Selain hambatan dalam permodalan, penyaluran kredit dalam banyak hal terhambat oleh keengganan sebagian bank menyalurkan karena kemampuan manajemen risiko dan core banking skills yang belum baik serta biaya operasional tinggi.



BAB III

KESIMPULAN

Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

Sejarah perkembangan perbankan dimulai pada jaman Babylonia (kurang lebih tahun 2000 sebelum masehi ) praktek perbankan didominasi dengan transaksi peminjaman emas dan perak pada kalangan pedagang yang membutuhkan dengan biaya tertentu. Bank yang melakukan praktek ini disebut Temples of Babylon. Kurang lebih tahun 500 sebelum Masehi, praktek perbankan Yunani mulai berkembang. Praktek perbankan pada saat itu antara lain adalah menerima simpanan uang dari jasa yang diberikan kepada masyarakat dan menyalurkannya pada kalangan bisnis. Pihak Bank mendapatkan penghasilan dengan dengan menarik biaya dari jasa yang diberikan kepada masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU NO. 7/1992 tentang Perbankan, lembaga keuangan Bank terdiri dari Bank Umum dan BPR. Bank Umum dan BPR dapat memilih untuk melaksanakan kegiatan usahanya atas dasar prinsip Bank konvensional atau Bank syariah. Sedangkan jenis lembaga keuangan bukan Bank dapat berupa lembaga pembiayaan (perusahaan sewa guna usaha, perusahaan modal ventura, perusahaan jasa anjak piutang, perusahaan pembiayaan konsumen, perusahaan kartu kredit, perusahaan perdagangan surat berharga). Usaha asuransi, dana pensiun, pegadaian, pasar modal, dan lain-lain.






DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul, Memahami Bank Syariah: Linkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Jakarta: Alvabet, 1999

Kasmir, Pemasaran Bank, Jakarta: Kencana, 2004

Lewis, Mervyn K dan Algaoud, Latifa M. Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik dan Prospek. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003

http://one.indoskripsi.com/content/peranan-bank-pada-masyarakat

http://asbanda.com/news_view.php?id=565
















[1] http://one.indoskripsi.com/content/peranan-bank-pada-masyarakat

[2] Ibid

[3] Kasmir, Pemasaran Bank, (Jakarta: Kencana, 2004)

[4] http://one.indoskripsi.com/content/peranan-bank-pada-masyarakat